Orang Indonesia Pertama Naik Haji Ternyata Berasal Dari Daerah Ini

Orang Indonesia Pertama Naik Haji Ternyata Berasal Dari Daerah Ini

Orang Indonesia Pertama Naik Haji Ternyata Berasal Dari Daerah Ini-Istimewa-Berbagai Sumber

RMONLINE.ID - Saat ini naik haji ke tanah suci cukup gampang bagi orang yang mampu, karena alat trasportasi sudah canggih lebih aman dan cepat, yaitu ada pesawat.

Beda halnya pada masa lampau, walau sudah mampu, tidak semua orang bisa naik haji, karena jarak Makkah dengan Indonesia sangat jauh, transportasi satu-satunya hanya kapal.

Pada masa ketika kapal layar menjadi moda transportasi utama untuk pergi ke tanah suci, umat Islam tidak hanya harus menempuh perjalanan panjang hingga berbulan-bulan, melainkan juga dihantui bahaya yang mengancam keselamatan. 

Para calon jamaah haji harus bertaruh nyawa demi berangkat haji. 

BACA JUGA:Besok! Ustadz Abdul Somad Ceramah di Komplek Mukomuko, Ribuan Warga Diprediksi Hadir

BACA JUGA:Uang Puluhan Juta Tiba-Tiba Hilang, Ini Pesan Korban Kepada Pemilik Tuyul

Dilansir dari beberapa sumber, menurut Martin van Bruinessen, dalam artikelnya Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji, pada abad ke 19 dan abad ke-20 calon jemaah memerlukan waktu yang lama dan perjalanan laut yang membahayakan.

Van Bruinessen menjelaskan bahwa perjalanan menggunakan kapal layar sangat bergantung pada cuaca. 

Kapal layar yang digunakan pun bukan kapal layar khusus penumpang, tetapi kapal para pedagang yang berlabuh di Indonesia. 

Sehingga para calon jamaah haji seringkali berpindah-pindah dari satu kapal ke kapal yang lainnya.

Masih dari peneliti asal Belanda, Martin van Bruinessen, dalam artikelnya Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji, menuliskan, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, jumlah orang Nusantara yang berhaji berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh jemaah.

Malah pada dasawarsa 1920-an sekitar 40 persen dari seluruh jemaah berasal dari Indonesia. 

Masih menurut Martin, orang Indonesia yang tinggal bertahun-tahun atau menetap di Mekkah, umumnya untuk menuntut ilmu agama.

Jumlah mereka cukup banyak ketika itu. Bahkan pada tahun 1860, bahasa Melayu menjadi bahasa kedua di Mekkah, setelah bahasa Arab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: