Cerita Sukses AgenBRILink Bantu Salurkan Pinjaman Ultra Mikro ke Petani di Desanya
Cerita Sukses AgenBRILink Bantu Salurkan Pinjaman Ultra Mikro ke Petani di Desanya--
BACA JUGA:Berawal dari Counter Pulsa, AgenBRILink Tak Pernah Sepi Pengunjung di Pasar Kramat Jati
Dijelaskan pula oleh Sarip bahwa para nasabah biasanya meminjam di kisaran Rp1-Rp10 juta. Sementara untuk jangka waktu atau angsuran umumnya sekitar 1-6 bulan. Lebih lanjut, Sarip menambahkan bahwa kebanyakan para nasabah mengambil jangka waktu 6 bulan, karena rata-rata dari mereka berprofesi sebagai petani dan harus menunggu waktu panen dulu untuk melunasinya.
“Kebanyakan para nasabah yang meminjam adalah petani. Jadi, dananya ini biasa dipakai untuk membayar obat padi, membeli tandur padi, serta membayar para pekerja,” tegasnya.
Sebagai seorang AgenBRILink dan mitra UMi, Sarip merasa bersyukur dan senang karena bisa membantu masyarakat di desanya untuk lebih mudah dalam bertransaksi dan meminjam dana.
“Saya sangat bersyukur kepada BRI karena telah memercayakan saya sebagai AgenBRILink dan UMi. Terlebih dengan adanya pinjaman ini sangat membantu saya dan masyarakat sekitar,” tutupnya.
Hingga Desember 2023, BRI mencatat jumlah AgenBRILink sebanyak 740.818 agen yang tersebar di 61.067 Desa di seluruh Indonesia. Sementara volume transaksi tercatat sebesar 1,43 Triliun.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menambahkan, bahwa keberadaan AgenBRILink diharapkan mampu meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat. “Kalau masyarakat pelaku usaha sekalipun ultra mikro mudah mengakses Lembaga keuangan formal, literasi bisa ditingkatkan. Begitu mereka terliterasi maka inklusi akan berjalan kebih cepat,” imbuh Supari.
BACA JUGA:Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan BRI Tumbuh Double Digit, Tembus Rp777 Triliun
Supari menambahkan BRI akan terus mendorong literasi di depan inklusi keuangan. “Maka dengan keberadaan BRI yang sudah satu holding di ultra mikro akan mempercepat dan meningkatkan literasi dan pada akhirnya akan mempercepat inklusi. Jadi konsepnya sudah terbalik, kalau dulu inklusi dulu baru literasi, sekarang literasi dulu baru inklusi,” tambahnya.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: