Sejarah Jam Gadang Bukttinggi, Pengibaran Bendera Pertama Hingga Terbunuhnya 187 Orang
Sejarah Jam Gadang Bukttinggi, Pengibaran Bendera Pertama Hingga Terbunuhnya 187 Orang--
RADARMUKOMUKO.COM - Mayoritas masyarakat Indonesia bahkan mancanegara, terkhusus lagi warga Sumatera pasti tahu dengan Jam Gadang Bukittinggi dalam bahasa Indonesianya Jam Besar. Ikon Kota Bukittinggi dan Sumatera Barat pada umumnya. Sekarang bahkan Jam Gadang menjadi objek wisata yang tidak pernah sepi, karena letaknya di tengah kota.
Rasanya belum lengkap, jika pergi ke Sumatera Barat apabila tidak datang dan mengabadikan poto di Jam Gadang.
Namun tahukan anda, Jam Gadang Bukittinggi bukan sekedar tugu atau bangunan yang menghiasi kota, tapi jam gadang memiliki sejarah yang cukup penting bagi bangsa ini.
Jam Gadang dibangun pada 1925–1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock pada masa pemerintahan Hindia Belandam sekarang Bukittinggi.
BACA JUGA:Sejarah Bendera Merah Putih, Sudah Digunakan Sejak Era Kerajaan dan Ini Makna Warna Merah dan Putih
Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan, sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.
Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun.
Jam Gadang sedang dalam tahap kontruksi ketika terjadinya gempa bumi Padang Panjang pada Juni 1926. Gempa mengakibatkan bangunan menara miring 30 derajat sehingga diperbaiki seperti keadaan semula.
Pada Februari 1927, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff meninjau pembangunan Jam Gadang dalam kunjungannya ke Fort de Kock.
BACA JUGA:Sering Diadakan Tiap Tahun, Inilah Sejarah dari Lomba 17 Agustus, Maknanya Sungguh Mendalam
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya.
Bentuk ini sebagai sindiran agar orang Kurai, Banuhampu, sampai Sungai Puar bangun pagi apabila ayam sudah berkokok.
Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
BACA JUGA:Sejarah Teks Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, Naskah Asli Ditulis Tangan Soekarno Sempat Dibuang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: