Setelah Mukomuko, Banyak Daerah Batalkan Tes CPNS
MUKOMUKO – Pembatalan tes CPNS dan PPPK (P3K) di Kabupaten Mukomuko sempat diwarnai pro dan kontra. Satu sisi Bupati Mukomuko H. Sapuan, SE, MM, AK, CA, CPA, merasa prihatin dengan kondisi keuangan daerah atas dampak Covid-19. Sehingga ia mengambil kebijakan membatalkan tes CPNS dan P3K. Dengan segala pertimbangan sehingga Sapuan fokus dengan pelayanan dan pembangunan daerah baik fisik maupun non fisik. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa sangat disayangkan tidak dilakukannya tes CPNS. Kendati demikian, ternyata semakin mendekati jadwal tes CPNS, malah banyak daerah lain yang juga ikut mentiadakan tes CPNS dan P3K untuk tahun ini. Daerah lain juga beralasan mengingat kondisi keuangan daerah dan dampak pandemi Covid-19. Bahkan strategi yang dipakai juga sama yakni pemerintah lebih berupaya mengoptimalkan kinerja pegawai yang ada. Sebagai contoh di Provinsi Jambi, dikutip dari media setempat, hampir semua kabupaten/kota mengajukan pembatalan tes ASN pada tahun ini. Bahkan di Provinsi Bengkulu sendiri juga kabarnya beberapa daerah mengajukan penundaan. Kepala Badan Kepegawaian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Mukomuko, Jawoto,S.Pd,SE,M.Pd mengatakan untuk penerimaan calon ASN itu adalah kebijakan dari pusat dasarnya tetap kebutuhan daerah. Maka setiap daerah diberikan kuota. Selanjutnya daerah yang membuat pertimbangan dan perhitungan kebutuhan dan kemampuan. Jika memang butuh, maka dapat dilaksanakan tes. Jika daerah tidak mampu, maka daerah bisa mengajukan penundaan untuk penerimaan pegawai. Diakuinya, daerah yang menolak penerimaan CPNS bukan Mukomuko saja. Bahkan menurutnya, hampir di setiap provinsi ada yang menolak. ‘’Banyak daerah menolak melaksanakan tes CPNS dengan berbagai alasan. Kebijakan pemerintah daerah Mukomuko sebenarnya bukan hal baru dan ini sudah biasa terjadi di daerah lain sejak dulu. Memang penerimaan ditentukan pusat, tapi daerah berhak mempertimbangkan sesuai kondisi keuangan dan kebutuhan,’’ kata Jawoto. Lanjutnya, kebijakan menunda penerimaan oleh Mukomuko sudah dipertimbangkan dari berbagai sisi dan dinilai sudah tepat. Pertama daerah tidak kekurangan pegawai, sehingga tidak ada kegiatan daerah tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada petugasnya. Termasuk tenaga guru, sebetulnya bukan guru yang kurang, tapi banyak sekolah kekurangan jumlah murid. Selain itu dengan kondisi keuangan daerah yang tidak baik, jika dipaksakan menambah pegawai, akhirnya pemerintah tidak bisa melaksanakan kewajiban membangun, anggaran habis untuk belanja pegawai. ‘’Pegawai kita sudah cukup, jikapun ada kekurangan sudah dibantu oleh tenaga honor. Maka penundaan ini sudah sesuai, tidak ada hal yang salah dari itu. Daerah juga punya kewajiban membangun untuk masyarakat, tidak boleh anggaran habis hanya untuk belanja pegawai,’’ tegasnya. Masih dikatakan Jawoto, jika pegawai sudah diangkat, maka mau tidak mau haknya harus diberikan. Belanja untuk satu orang pegawai yang baru diangkat itu, setahunnya mencapai Rp 80 juta. Semakin lama, haknya akan terus bertambah, apalagi munculnya kebijakan pusat untuk tunjangan dan sebagainya. ‘’Kalau sudah diangkat hak pegawai wajib dipenuhi, maka mau tidak mau daerah menanggung itu semua, sementara kebutuhan daerah bukan itu saja,’’ pungkasnya.(jar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: