Ketua DPRD Sepakat LHP BPK Dibedah Terbuka
METRO - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mukomuko, Ali Saftaini, SE utarakan pendapatan bahwa ia lebih setuju ketika Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (LHP-BPK RI) yang dianggap tabu selama ini dibedah secara terbuka dalam forum publik. Alasannya simple, LHP BPK bukan dokumen rahasia negara. Menurut Ali, terciptanya transparansi informasi, publik boleh mengetahuinya.
''Saya setuju ketika LHP BPK berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah dibedah. Saya menginginkan adanya transparansi publik. LHP BPK itu bagian dari informasi, tidak ada yang mesti ditutup-tutupi. Dan tidak ada masalah ketika diketahui publik,'' ungkap Ali kepada awak media di ruang kerjanya, siang kemarin.
Disampaikannya, LHP BPK itu sesungguhnya ukuran kepatuhan penyajian keuangan pemerintah dengan standar akutansi pemerintah atau tidak. Ukuran standar akutansi pemerintah ini sebagai patokan. Kata Ali, ketika pengelolaan keuangan dan penyelenggaraan pemerintah berjalan baik, maka penyajian standar akutansinya juga memperoleh predikat baik.
''Ukurannya, kalau baik ya WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red), tetapi kalau tidak, ya disclaimer,'' imbuhnya.
Opini BPK RI ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan pengendalian efektivitas internal dan ketaatan pemerintahan terhadap peraturan perundang-undangan. Dijelaskan Ali, terdapat 7 item catatan BPK RI terhadap pengendalian efektivitas internal pemerintahan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mukomuko tahun anggaran 2019. Diantaranya kekurangtepatan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam mengukur belanja disaat pembahasan APBD. Ketidakcermatan ini ditemukan pendapatan daerah diestimasikan dalam APBD sebesar Rp1,016 triliun, sementara fakta rill pendapatan daerah hanya Rp 933 miliar. Kemudian, terdapat kesalahan administratif dalam proses penganggaran. Ketidak taatan kontrol kas pada bendahara keuangan, persediaan barang, penatausahaan dana klaim bpjs dan persoalan aset.
''Pengendalian efektivitas internal ini hanya bersifat keselahan adminitratif dan tidak ada unsur pidanya. Untuk penganggaran tahun berikutnya tentunya akan menjadi pedoman agar tidak terjadi lagi,'' terangnya.
Temuan BPK RI yang bisa mengarah ke tindak pidana berupa hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan ketaatan penyelenggaraan pemerintahan terhadap peraturan perundang-undangan. Pada pase ini, kata Ali, terdapat 3 item yang menjadi catatan BPK dan sifatnya wajib ditindaklanjuti. Seperti temuan kelebihan bayar pada kegiatan pengadaan dan belanja modal. Disampaikan Ali, kelebihan bayar itu wajib ditindaklanjuti dengan melakukan pengembalian. Pada pengelolaan anggaran 2019, Ali tidak menepis adanya temuan kelebihan bayar yang tercatat di LHP BPK sebesar Rp 309 juta.
''Finalisasi ukuran kepatuhan itu adalah pemberian opini. Opini dimaksud, atas laporan keuangan dengan standar akutansi pemerintah. Kami dewan akan mengontrol proses tindak lanjut dari hasil pemeriksaan BPK itu. Kewenangan kontrol ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Kami akan memanggil OPD-OPD yang memiliki catatan itu dan terus dipantau hingga 60 hari kedepan terhitung sejak LHP diserahterimakan ke pemerintah daerah,'' pungkasnya. (nek)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: