Menganalisi Karakter Pemilih di Pilbup
Oleh : Amris Tanjung | Wartawan Radar Mukomuko
PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 sudah didepan mata. Berdasarkan data KPU, Pilkada akan diikuti 270 daerah diseluruh Indonesia dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Salah satunya adalah Kabupaten Mukomuko akan melaksanakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati secara langsung, ke-empat kalinya sejak berpisah dari Bengkulu Utara. Walau belum ada satu pasangan calonpun yang secara sah mengantongi tiket untuk mendaftar ke KPU, namun suhu politik di tengah masyarakat mulai terasa. Yang pasti, Pilkada adalah kesempatan bagi masyarakat menentukan siapa pemimpin daerah kedepan. Istilah ‘’pemilih adalah raja’’ tidaklah berlebihan, karena nasib para calon ada di tangan pemilih. Maka rasanya perlu menganalisa dan memahami karakter pemilih di ‘’Kapuang sati ratau batuah’’ ini. Berpedoman pada pemilihan-pemilihan yang sudah sering dilakukan, baik Pilkada, pemilihan legislatif bahkan Pemilihan kades (Pilkades), dapat disimpulkan karakter pemilih di Kabupaten Mukomuko cukup beragam. Untuk itu, bakal calon atau pasukan pemenangannya harus bisa memahami dan cepat menyesuaikan. Pertama pemilih rasional, belakangan ini model pemilih seperti ini sudah mulai berkembang di Kabupaten Mukomuko. Dimana alasan mereka menetapkan pilihan lebih pada program dan rekam jejak. Untuk mendapatkan suara pemilih rasional, maka para calon harus betul-betul menjual program, visi dan misi yang berkualitas dan akurat dengan kondisi daerah. Sebab seorang pemilih rasional akan menganalisa setiap bahasa, tindak tanduk dan janji politik kandiat. Kedua pemilih emosional, merupakan pemilih dengan alasan hubungan emosional. Tipe pemilih seperti ini cukup besar di daerah-daerah yang bukan perkotaan, termasuk di Kabupaten Mukomuko. Dimana alasan memilih karena ada hubungan kekeluargaan, hubungan baik, kedaerahan termasuk alalasan kesamaan agama, suku, Ras dan etnis. Harus dipahami, karakter pemilih emosional juga akan menilai sikap seorang yang akan dilipihnya. Seperti kesopanan, religius, lemah - lembut, pandai bergaul dengan siapa saja dan termasuk gaya berpenampilan calon pemimpin. Ketiga pengaruh ketokohan, masyarakat Mukomuko hidup berkaum-kaum atau bersuku-suku. Maka peran ninik mamak atau orang yang dituakan dalam kelompok masih cukup mempuni. Maka tidak dipungkiri pada pemilihan, masih banyak masyarakat yang berpedoman pada tokoh yang terdekat dengannya. Arahan-arahan dari para tokoh atau orang terpandang di tengah masyarkat mempengaruhi arah dukungan, walau persentase pengaruhnya mulai menyusut. Kondisi ini dipahami oleh sebagian besar calon, maka pendekatan pada para tokoh lokal, kerap menjadi pilihan dalam berkampanye. Keempat pengaruh media massa, opini yang dibangun media massa cukup menentukan arah dukungan sebagian pemilih. Maka tidak heran banyak politisi yang sukses berkat kedekatan dan kemampuannya membangun opini lewat media. Sebut saja presiden Joko Widodo yang melejit karir politiknya karena pengaruh media massa. Ketiga transaksional, pemilih yang memilih karena ada sesuatunya, seperti politik uang. Tetapi money politik untuk pemilihan setingkat Pilkada tidak terlalu berpengaruh, dibanding dengan Pileg. Perlu diketahui politik transaksional bukan pemberian uang saja, iming-iming politik juga termasuk, seperti janji memberi jabatan dan pekerjaan. Biasanya kerap terjadi pada PNS teurtama pejabat maupun pihak swasta. Dimana seorang calon menjanjikan jabatan pada seseorang jika terpilih. Pejabat yang mendapat iming-iming ini akan berupaya memboyong keluarga dan orang dekatnya untuk memberi dukungan pada calon tertentu, demi kepentingan pribadinya. Pesan pentingnya, teruslah menyampaikan pesan politik secara damai dan menyejukkan. Karena pada prinsipnya masyarakat Kabupaten Mukomuko lebih mengedepankan toleransi. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: