Kalaulah misalnya belum ada proses hukum yang dilakukan terhadap Kades, takutnya pemberhentian yang dilakukan tidak objektif.
‘’Jadi, kalau pemerintah melakukan pemberhentian itu berdasarkan hukum. Proses dulu dugaan pidananya. Kalau dia (Kades) selingkuh, selingkuhnya apa? Kalau orang misalnya ngobrol-ngobrol saja dengan seorang wanita lain walaupun bukan muhrimnya, belum tentu selingkuh. Jadi inikan sangat sumir,’’ kata Muslim.
‘’Saya mengatakan, Kades inikan termasuk pejabat publik, jadi harus hati-hati. Kalau pemerintah misalnya tetap melakukan itu menjadi alasan hukum, maka harus dibuktikan dulu proses hukumnya. Apakah sudah ditetapkan tersangka,’’ imbuhnya.
Muslim Caniago juga berpendapat bahwa, jika seorang pejabat publik sudah menyandang status tersangka, dapat diberlakukan sanksi diberhentikan sementara dari jabatannya.
‘’Inikan proses itu belum ada, belum berjalan, laporan belum. Jadi saya mempertanyakan, apa dasar hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah memberhentikan 2 Kades itu. Kan proses pidana belum. Jangankan proses pidana, LP (Laporan polisinya-nya) belum ada,’’ tutur Muslim.
Lebih fokus, Muslim tidak menginginkan adanya kejadian tindakan diskriminatif pemerintah daerah, melakukan tindakan pemberhentian jabatan terhadap pejabat publik tanpa didasari alasan kuat.
Apalagi, jika terjadi pemberhentian pejabat publik karena adanya tekanan (pressure), ketidaksukaan atau karena kepentingan politik lain. Misalnya, ketika dilatari karena perbedaan politik, perbedaan pandangan yang kemudian isu-isu itu dijadikan dasar pemberhentian,’’ ulasnya.
Muslim Caniago juga mengungkapkan roll tertinggi seorang pemimpin itu berupa moral. Pun demikian, persoalan moral belum dapat dijadikan sebagai alasan bagi pemerintah daerah untuk dalam memberhentikan jabatan pejabat publik.
Kecuali, kata Muslim, ketia dia (pejabat publik) merasa dirinya tidak kompeten lagi secara moral, dan pejabat yang bersangkutan dengan suka rela mengundurkan diri.
‘’Itu bisa, karena dia (pejabat publik) misalnya sudah melakukan perbuatan tercela, tidak pantas, tidak patut lagi menjadi pemimpin karena diduga telah melakukan pelanggaran-pelanggaran. Jadi dia bisa saja secara suka rela mengundurkan diri dari pejabat publik,’’ paparnya.
Sebaliknya, kata Muslim, pemerintah daerah harus ekstra hati-hati dalam mengambil kebijakan pemberhentian pejabat publik.
‘’Tunggu dulu proses hukumnya, misalnya Kepala Desa ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, bisa dinonaktifkan sementara. Inikan belum ada ke arah sini. Jadi tidak boleh pemerintah mengambil keputusan karena tekanan,’’ demikian Muslim Caniago.