Bagaimana dan Mengapa Bulan Ramadhan Disyariatkan? Menelusuri Makna Filosofis, Keutamaan, dan Dampak Positif

Minggu 02-03-2025,13:30 WIB
Reporter : M. Asroful Anwar
Editor : Ahmad Kartubi

RMONLINE.ID – Kata “Ramadhan” berasal dari akar kata bahasa Arab “ramida” atau “ar-ramad,” yang secara harfiah berarti “panas yang menyengat” atau “membakar.” Penggunaan kata ini diyakini terkait dengan tradisi Arab kuno, di mana penamaan bulan disesuaikan dengan kondisi cuaca pada saat itu. Ketika sistem penanggalan bulan ditetapkan, bulan ini bertepatan dengan musim panas yang terik di tanah Arab.

Namun, makna Ramadhan tidak terbatas pada fenomena alam. Secara simbolis, “ramad” juga mengacu pada proses pembakaran dosa dan pembersihan jiwa. Bulan Ramadhan menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk “membakar” keburukan, kesalahan, dan penyakit hati melalui ibadah, pengendalian diri, dan peningkatan ketakwaan.

Penetapan Puasa Ramadhan: Wahyu Ilahi dan Perubahan Paradigma

Kewajiban puasa Ramadhan pertama kali diwahyukan pada tahun kedua Hijriyah, sekitar tahun 624 Masehi. Peristiwa ini terjadi setelah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah. Ayat 183 surah Al-Baqarah menjadi landasan hukum kewajiban puasa, yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

BACA JUGA:6 Negara Dengan Makanan yang Dianggap Paling Tidak Enak di Dunia

BACA JUGA:6 Tips Menenangkan Hati Saat Merasa Tidak Dianggap

Penetapan puasa Ramadhan menandai perubahan paradigma dalam praktik keagamaan. Jika sebelumnya puasa dilakukan sebagai bentuk penebusan dosa atau pengasingan diri, Islam memperkenalkan puasa sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran spiritual, empati sosial, dan pengendalian diri.

Jejak Puasa dalam Sejarah Peradaban Manusia

Praktik puasa bukan fenomena baru yang muncul dalam Islam. Jauh sebelum Islam, berbagai peradaban dan agama telah mengenal puasa sebagai bentuk ritus keagamaan atau penyucian diri. Bangsa Mesir kuno, misalnya, melakukan puasa sebagai bagian dari ritual keagamaan mereka. Begitu pula dengan tradisi puasa dalam agama Yahudi dan Kristen.

Dalam konteks ini, Islam hadir untuk menyempurnakan dan mengarahkan praktik puasa agar sesuai dengan prinsip-prinsip tauhid dan kemaslahatan umat manusia.

Peran Nabi Muhammad SAW dalam Memandu Umat Melaksanakan Puasa

Nabi Muhammad SAW memberikan contoh dan tuntunan yang rinci mengenai pelaksanaan puasa Ramadhan. Beliau menjelaskan waktu dimulainya puasa (imsak) dan waktu berbuka (iftar), serta anjuran untuk makan sahur. Selain itu, beliau menekankan pentingnya menjaga lisan, perbuatan, dan pikiran selama berpuasa.

BACA JUGA:5 Makanan Rahasia yang Terbukti Efektif Bikin Kulit Kencang, Cerah, dan Bebas Kerutan

BACA JUGA:Panduan Komprehensif 10 Langkah Penyelamatan Diri dari Serangan Ilmu Hitam, Termasuk Ritual Mencabut Rambut

Nabi juga mengajarkan berbagai amalan sunah yang dianjurkan selama Ramadhan, seperti shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, i’tikaf di masjid, dan sedekah. Tuntunan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas ibadah, tetapi juga untuk membangun solidaritas sosial dan memperkuat ikatan persaudaraan antarumat Islam.

Kategori :