RMONLINE.ID – Di era digital yang serba canggih ini, game online telah menjelma menjadi hiburan yang mudah diakses dan dinikmati oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Namun, kemudahan akses dan daya tarik game online juga menyimpan potensi bahaya, yaitu kecanduan. Kecanduan game online bukanlah sekadar hobi yang berlebihan, melainkan sebuah kondisi serius yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental, serta kehidupan sosial seseorang.
Fenomena kecanduan game online telah menjadi perhatian global, termasuk di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan telah secara resmi memasukkan kecanduan game (gaming disorder) ke dalam International Classification of Diseases (ICD-11) pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan game online merupakan masalah kesehatan yang nyata dan perlu ditangani dengan serius.
BACA JUGA:Jangan Sampai Terhipnotis! Kenali 3 Faktor Psikologis yang Membuat Anda Kebal Sugesti
BACA JUGA:Tes IQ dan Kecepatan Berpikir, Apakah Benar Berpikir Lambat Menandakan IQ Rendah?
Lalu, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seseorang bisa terjerumus dalam jerat kecanduan game online? Berikut ini 5 hal yang perlu diwaspadai:
1. Sistem Reward yang Memikat:
Banyak game online dirancang dengan sistem reward atau penghargaan yang memicu pelepasan dopamin, hormon yang menciptakan rasa senang dan puas di otak. Setiap kali pemain mencapai target, memenangkan pertandingan, atau mendapatkan item langka, otak akan dibanjiri dopamin. Sensasi inilah yang membuat pemain ingin terus bermain untuk mendapatkan reward dan kepuasan yang sama. Seiring waktu, otak akan “terlatih” untuk mencari kesenangan instan melalui game, sehingga memicu kecanduan.
2. Pelarian dari Realitas:
Bagi sebagian orang, game online menjadi “pelarian” dari tekanan dan masalah di dunia nyata. Ketika menghadapi stres, kecemasan, atau depresi, individu mungkin cenderung mencari kenyamanan dan kesenangan semu di dunia maya. Game online menawarkan dunia fantasi di mana mereka dapat melupakan sejenak masalah hidup dan merasakan kebebasan serta kontrol yang tidak mereka miliki di dunia nyata. Sayangnya, “pelarian” ini justru dapat memperburuk kondisi mental dan menjauhkan individu dari dukungan sosial yang sesungguhnya.
BACA JUGA:6.695 Hektare Lahan Sawah Bendung Manjuto Mukomuko Dialihfungsi jadi Perkebunan Sawit
BACA JUGA:10 Ciri-Ciri Terinveksi Virus HMPV China, Diantaranya Batuk, Deman dan Nyeri
3. Kebutuhan Sosial dan Rasa Memiliki:
Banyak game online menawarkan fitur multiplayer yang memungkinkan pemain untuk berinteraksi, bekerja sama, dan bersaing dengan pemain lain di seluruh dunia. Bagi individu yang kesulitan membangun hubungan sosial di dunia nyata, game online dapat menjadi wadah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan rasa memiliki. Mereka dapat menemukan teman, komunitas, bahkan “keluarga” di dalam game. Namun, interaksi sosial di dunia maya tidak dapat sepenuhnya menggantikan interaksi sosial di dunia nyata yang lebih bermakna dan mendukung kesehatan mental.
4. Desain Game yang Adiktif:
Para pengembang game online kerap menggunakan berbagai strategi dan teknik psikologis untuk membuat game mereka semakin menarik dan adiktif. Mulai dari visual yang menawan, alur permainan yang menantang, hingga event dan update konten yang terus-menerus, semua dirancang untuk mempertahankan pemain agar tetap aktif dan menghabiskan lebih banyak waktu di dalam game. Tak jarang, game online juga menerapkan sistem “microtransaction” di mana pemain dapat membeli item virtual dengan uang sungguhan. Hal ini dapat memicu pengeluaran yang tidak terkendali dan memperparah kecanduan.