RMONLINE.ID - Galaktosa, saudara kembar dari glukosa dalam keluarga monosakarida, mungkin tidak sepopuler saudaranya, namun memiliki peran penting dan beragam manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Mari kita telusuri lebih dalam tentang gula sederhana yang sering luput dari perhatian ini.
Galaktosa, yang juga dikenal sebagai gula susu, merupakan komponen penting dari laktosa yang ditemukan dalam produk susu. Meskipun tubuh kita dapat mengubah galaktosa menjadi glukosa untuk energi, galaktosa memiliki fungsi uniknya sendiri yang patut diapresiasi.
Salah satu peran krusial galaktosa adalah dalam perkembangan otak. Penelitian menunjukkan bahwa galaktosa berperan penting dalam pembentukan mielin, lapisan pelindung yang menyelimuti sel-sel saraf.
BACA JUGA:Walau Hanya 3 Tahun, Prestasi Sapuan Dalam Pembangunan Tidak Kaleng-Kaleng, Ini Buktinya
BACA JUGA:5 Ciri Utama Seseorang yang Hanya Sebatas Bernafsu Mendapatkanmu, Waspadalah!
Mielin ini vital untuk transmisi sinyal saraf yang efisien, mendukung fungsi kognitif dan perkembangan sistem saraf, terutama pada bayi dan anak-anak.
Tak hanya itu, galaktosa juga memiliki potensi dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Beberapa studi menunjukkan bahwa galaktosa dapat merangsang produksi sitokin, molekul yang berperan dalam respons imun.
Hal ini menjadikan galaktosa sebagai senyawa yang menarik dalam pengembangan imunomodulator alami.
Di dunia kecantikan, galaktosa mulai mendapat sorotan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa galaktosa memiliki sifat melembabkan yang baik dan dapat membantu memperbaiki elastisitas kulit.
Oleh karena itu, galaktosa kini sering ditemukan sebagai bahan dalam produk perawatan kulit anti-penuaan.
BACA JUGA:4 Negara Eropa yang Bisa Dimasuki Warga Indonesia Tanpa Visa
BACA JUGA:Hindari Bawa Perasaan Agar Betah! Begini Cara Menghadapi Bos yang Mudah Marah
Dalam aspek kesehatan lainnya, galaktosa menunjukkan potensi dalam mendukung kesehatan liver. Beberapa studi mengindikasikan bahwa galaktosa dapat membantu meregenerasi sel-sel hati dan melindunginya dari kerusakan oksidatif.
Meski demikian, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami sepenuhnya mekanisme ini.