Santan: Cairan Ajaib Peninggalan Leluhur atau Biang Kolesterol? Simak Sejarah dan Dampaknya Bagi Kesehatan

Minggu 14-07-2024,17:30 WIB
Reporter : Anwar
Editor : Ahmad Kartubi

RMONLINE.ID – Santan, sang maestro kelezatan di balik hidangan Asia Tenggara, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membangkitkan selera dengan rasa gurih dan tekstur creamy yang khas. 

Di sisi lain, ia tak luput dari kontroversi terkait kandungan lemak dan potensinya terhadap kolesterol. 

Jauh sebelum perdebatan ini merebak, santan telah menjadi sahabat karib kuliner selama berabad-abad. Jejaknya terukir dalam naskah kuno India dan China, mengantarkannya pada perjalanan panjang dari Asia Selatan hingga ke Nusantara. Kelapa, sang “pohon kehidupan”, menjadi sumber santan yang tak ternilai bagi masyarakat pesisir.

BACA JUGA:PJU dan APILL di Jalan Nasional Mukomuko Proses Perbaikan, Kadishub Mukomuko: Kegiatan BPTD III Bengkulu

Sejarah mencatat bahwa santan pertama kali diolah di India sekitar 2.000 tahun lalu. Para pedagang India membawa kelapa dan pengetahuannya ke berbagai penjuru dunia, termasuk Asia Tenggara. Di sinilah santan beradaptasi dengan cita rasa lokal, meresap dalam budaya kuliner dan menjadi identitas masakan Nusantara.

Perjalanan santan tak lepas dari sentuhan teknologi. Mesin parut kelapa dan santan instan muncul, memudahkan proses pembuatan dan memperpanjang usia simpannya. Hal ini membuka gerbang bagi penggunaan santan yang lebih luas dan beragam.

BACA JUGA:Wismen Sudah Tetapkan Calon Wakil Bupati Untuk Pilbup Mukomuko

Namun, di balik kelezatannya, santan tak luput dari sorotan. Kandungan lemak jenuhnya yang tinggi memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap kesehatan, terutama kolesterol. Para ahli pun terbagi dalam dua kubu: mereka yang meyakini bahaya santan dan mereka yang meyakini manfaatnya.

Para penentang santan mengemukakan studi yang menunjukkan hubungan antara konsumsi santan dan peningkatan kolesterol jahat (LDL) yang dapat berakibat pada penyakit jantung. 

Mereka menyarankan untuk membatasi konsumsi santan dan menggantinya dengan alternatif yang lebih sehat.

Di sisi lain, para pendukung santan meyakini bahwa kandungan lemak jenuhnya tidak selalu berbahaya. Mereka menekankan pentingnya keseimbangan dan konsumsi santan dalam jumlah moderat. Santan juga kaya akan vitamin, mineral, dan serat yang bermanfaat bagi kesehatan.

BACA JUGA:Ini Orang Pertama yang Menemukan Kopi, dan Hewan Ini yang Pertama Menikmatinya

Perdebatan seputar santan masih terus berlangsung. Di tengah kontroversi ini, satu hal yang pasti: santan adalah warisan kuliner berharga yang tak terpisahkan dari budaya dan identitas bangsa. 

Pilihan untuk mengonsumsinya atau tidak bergantung pada individu dan gaya hidup. Bagi yang ingin menikmati kelezatannya tanpa rasa khawatir, kuncinya adalah konsumsi santan secara moderat dan diimbangi dengan pola makan seimbang dan gaya hidup sehat*

Kategori :