BACA JUGA:Jersey Timnas Di Tengah Badai Kritik, Coach Justin Beri Nilai Ini
Pasukan Pengawal Raja merupakan pasukan atau orang-orang yang berasal dari lingkungan Keraton Cirebon, Pasukan Santri berisi oleh para santri yang berasal dari pesantren-pesantren yang berada di wilayah Cirebon yang dibangun oleh para tokoh-tokoh Keraton dan mereka telah dibekali ilmu bela diri.
Pasukan Suratani ini terdiri dari para Petani yang peran utamanya sebagai penyedia bahan makan pada saat pelaksanaan perlawanan tersebut.
Untuk Pasukan Masyarakat, mereka direkrut dan dilatih oleh kepala daerahnya masing-masing yang sebelumnya kepala daerah tersebut telah dilatih oleh para pemimpin perlawanan. Strategi ini pun disebut dengan strategi estafet.
Sementara itu, untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan pihak kolonial mereka mengutus spionase. Spionase ini secara umum merupakan rakyat sekitar yang berperan sebagai mata-mata dari pasukan perlawanan.
Perlawanan ini selalu dilakukan secara terbuka maupun tiba-tiba. Salah satu perang terbuka adalah perang yang terjadi di Bantarjati saat pasukan Bagus Rangin melawan pasukan Indramayu yang memihak pemerintah Kolonial.
Dalam perlawanan kali ini, pasukan perlawanan menggunakan strategi “Buaya Mangap”.
BACA JUGA:Dianggap Meniru, Peluncuran Desain Jersey Timnas Indonesia Dikritik Netizen
Strategi ini disusun dengan menempatkan saku kelompok pasukan yang terdiri dari 40 orang untuk menjaga setiap jembatan menuju Bantarjati.
Jembatan tersebut dihiasi oleh janur, daun beringin dan umbul-umbul serta gamelan. Lalu pada saat pasukan lawan melewati jembatan tersebut, mereka akan diberi penghormatan dan disambut dengan alunan suara gamelan.
Pihak lawan akan berpikir bahwa rakyat tersebut masih setia dan berpihak kepada mereka padahal ini merupakan strategi untuk mengecoh mereka.
Saat pasukan lawan telah melewati jembatan tersebut maka jembatan akan dihancurkan dan mereka pun terkepung. Pada pertempuran ini, pasukan Bagus Rangin mendapat kemenangan.
Namun dua tahun berselang setelah pertempuran tersebut, Bagus Rangin ditangkap oleh pasukan pemerintah di daerah Panongan pada 27 Juni 1812 akibat dari pertempuran di Bantarjati yang kembali terjadi pada 16-29 Februari 1812.
Perlawanan pun berhenti saat setelah Bagus Rangin tertangkap, dan kembali muncul pada tahun 1816-1818 yang dipimpin oleh Bagus Jabin dan Bagus Serit. Perlawanan ini bahkan sampai berkembang ke daerah Majalengka. Banyak sekali bupati-bupati dari berbagai wilayah yang berusaha untuk melakukan perdamaian.
Hingga saat Residen Cirebon memutuskan untuk melakukan serangan umum terhadap kaum perlawanan. Namun serangan ini justru mengalami kendala bahkan kekalahan akibat dari adanya permasalahan dalam pemegang komando.