RADARMUKOMUKO.COM – Filosofi Stoikisme merupakan salah satu bidang Ipmu yang telah menjadi subjek yang mulai diminati ileh banyak krang di era ini.
Meski telah ada sejak zaman dahulu, prinsip-prinsipnya masih tegap relevan dan dapat diterapkan dalam kehidupan. Sehari-hari.
Filosis Stoicisme adalah salah satu aliran filsafat yang banyak mengajarkan mengenai kendali diri.
Dengan memahami prinsip ini, kita dapat mengubah perspektif tentang hidup dan menjadi lebih mampu menghadapi tantangan dengan sikap yang lebih bijaksana dan tenang.
Stoicisme sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘stoikos’ atau Stoa. Istilah ini merujuk pada Stoa Poikile, sebuah sekolah filsafat di Athena, Yunani, tempat Zeno, filsuf terkemuka dari Citium memberikan pengaruh besar bagi peradaban sekitar tahun 301 SM.
BACA JUGA:Ini Amalan yang Disunnahkan Rasulullah SAW Pada Malam Lailatul Qadar
BACA JUGA:Apakah Planet Mars Memang Layak Ditinggali Manusia di Masa Depan?
Pada masa itu, Zeno melakukan pengajaran dengan cara yang agak tak biasa, yaitu dengan duduk berbicara di teras pendopo yang terletak agak jauh dari keramaian pasar.
Pendekatan pengajaran dan cara dia mendirikan akademinya ini yang kemudian memberikan nama pada aliran filsafat ini, yaitu stoikisme.
Penggunaan istilah stoik ini lebih merujuk pada bundaran tiang penopang yang mendukung teras tempat Zeno mengadakan diskusi dan pengajaran.
Secara umum, sejarah stoicisme dapat dibagi menjadi tiga periode. Pertama, ada Stoa awal yang mencakup tokoh-tokoh seperti Zeno (334-262SM), Chrisipus (280-206SM). dan Cleanthes (331-232SM).
Kedua, ada Stoa perantara yang dikembangkan oleh Panetius dari Rhodes (185-110SM), dan Posidinius dari Apame (135-52SM).
Yang terakhir, ada Stoa akhir atau yang juga dikenal sebagai Stoikisme Romawi yang dipengaruhi oleh pemikiran Lucius Annaeis (1–65 M), Epictetus (55-135 M), dan Marcha Aurelius (121-180 M).
Dalam buku Atararia: Bahagia Menurut Stoikisme karya A. Setyo Wibowo mengungkapkan bagaimana dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang cenderung lebih fokus pada aspek-aspek yang berada di luar jangkauan atau kendali mereka.
Padahal, kunci untuk mencapai kebahagiaan, kekuatan diri, dan kebijaksanaan sebenarnya terletak pada kemampuan kita untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang berada di dalam kendali kita, bukannya terjebak dalam kecemasan terhadap hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan.