RADARMUKOMUKO.COM – Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa Indonesia mulai dipelajari di beberapa bangku sekolah dan universitas di sejumlah negara.
Hal ini dikarenakan, bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang memiliki minat yang sangat tinggi serta memiliki dialog serta mudah dipelajari.
Di Australia sendiri, bahasa Indonesia sudah menjadi salah satu mata pelajaran dan mata kuliah di bangku sekolah dan universitas.
BACA JUGA:Daerah Yang Diprediksi Hujan, Kota Mukomuko Masih Banyak Gerimis
Banyak sekali, sekolah-sekolah dan universitas yang memiliki mata pelajaran bahasa Indonesia, serta cukup banyak pula kursus disana.
Namun, Selama lebih dari beberapa dekade terakhir, para peneliti dan pemerhati pendidikan bahasa mengamati adanya penurunan minat dalam belajar Bahasa Indonesia di Australia.
Dalam studi independen terbaru pada tahun 2021, seorang peneliti bernama Michelle akohlet dari University of South Australia mencatat adanya penurunan pengambilan kelas Bahasa Indonesia yang terjadi seriring naiknya jenjang pendidikan.
Dalam penelitiannya tersebut, dari sekitar 14.000 di akhir tingkat SD, menjadi hanya sekitar 350 siswa yang minat belajar bahasa Indonesia di akhir SMA.
Sementara itu, untuk tingkat perguruan tinggi sendiri, jumlah pendaftar kelas bahasa Indonesia pada tahun 2019 menurun hingga 64% dari puncaknya pada tahun 1992.
BACA JUGA:Gaji Bupati Mukomuko Disumbangkan untuk Rakyat
Melihat banyaknya junlah penurunan tersebut, sejumlah universitas seperti La stroberi University, University of New Souts Wales, dan Westren Sydney University menutup program kelas bahasa Indonesia mereka.
Dengan adanya tren penutupan program bahasa Indonesia ini, beberapa peneliti khawatir hal ini akan mempengaruhi hubungan bilateral antar dua negara.
Adapun alasan mengapa motivasi para pelajar di Australia untuk belajar bahasa asing adalah adanya preferensi terhadap suatu bahasa yang bisa jadi tidak ada hubungannya dengan seberapa menarik bahasa itu sendiri.
Seorang ahli sosiolinguistik, Vineeya Chand dari University of Essex, Inggris, berpendapat bahwa ketertarikan terhadap satu bahasa lebih ditentukan oleh faktor eksternal seperti pandangan positif terhadap para penutur bahasa tersebut ataupun budaya mereka.
Hal ini biasanya terhubung dengan prestise atau reputasi penutur bahasa serta keuntungan ekonomi serta mobilitas sosial yang ditawarkan oleh penggunaan bahasa tersebut.