RADARMUKOMUKO.COM - Organisasi kesehatan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan sejahtera dimana manusia mampu mewujudkan potensi mereka baik secara fisik, mental dan sosial. Dalam kata lain WHO menjelaskan bahwa tidak adanya suatu penyakit terhadap kesejahteraan psikologis, efikasi diri, otonomi dan aktualisasi diri (WHO, 2014)
Ada 4 karakteristik seseorang dinyatakan sehat secara mental, yaitu mereka mampu mengenali diri sendiri, mampu mengatasi stres, mampu melakukan gaya hidup produktif dan mampu memberikan manfaat untuk lingkungan sekitar.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa telah banyak perubahan yang terjadi selama beberapa tahun belakang. Khususnya keadaan dimana kita hidup dalam kendali penuh dengan digital. Kita telah berada dimana teknologi menjadi bagian vital yang masuk ditengah hiruk pikuk dunia.
Digitalisasi tidak hanya membawa teknologi berkembang begitu pesat namun tidak dapat dipungkiri fakta bahwa saat ini sangat sulit untuk mengabaikan koneksi internet yang terus menerus memberikan kita rangsangan adiktif dan hiburan. Hampir semua aktivitas telah dijalankan dengan cara digital.
BACA JUGA:Pembataian 10.000 Orang Tionghoa dan Hancurnya Paku Buwono II Karena Berpihak Pada Belanda
Kehidupan menjadi lebih fleksibel dan efisiensi dengan kemajuan teknologi yang kita rasakan saat ini, misalnya dapat kita lihat pada kasus dimana manusia mampu mengenali dan memahami kecerdasan buatan yang digunakan untuk melakukan pembayaran pesanan online. Mari kita sebut saja seperti Shopee, Tokopedia, Gofood, Grab dan lainnya yang marak ditemukan guna mempermudahkan kehidupan manusia.
Hal-hal inilah yang mengantarkan kita pada situasi dimana kita mampu untuk berekspresi tanpa kendala ruang dan waktu. Era digital membuka peluang baru yang lebih luas untuk belajar, berbagi, mengenal dan menciptakan hubungan dengan siapa saja dan dimana saja.
Faktanya digitalisasi mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia. Namun apakah dalam aspek kesehatan jiwa manusia mampu beradaptasi pada digitalisasi yang terjadi saat ini?
Kementerian kesehatan mencatat setidaknya ada 227 ribu kasus masalah kesehatan jiwa di Indonesia pertahun 2020. Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun mengalami gangguan kesehatan mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia 15 tahun mengalami depresi.
Sedangkan CNN News mengutip setidaknya ada 2.45 juta kasus kesehatan jiwa yang terjadi pada remaja Indonesia pada akhir tahun 2022 lalu. Kasus ini lebih banyak dialami oleh anak usia produktif. Masalah kesehatan jiwa yang semakin memprihatinkan tentu saja akan mempengaruhi produktivitas nasional.
Lantas, bagaimana masalah ini harus dikupas dalam ranah yang mengkhawatirkan?
Kesehatan jiwa erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik dan non-fisik adalah celah utama dalam menghadirkan kelelahan emosional. Oleh karena nya kesehatan jiwa yang terganggu mengakibatkan timbulnya gangguan mental atau penyakit mental.
Meski terlihat sepele nyatanya lebih dari 80 persen kasus kematian remaja disebabkan oleh gangguan mental seperti depresi, bipolar, stres berlebihan dan diagnosis lain nya. Sangat mengerikan fakta bahwa lebih banyak manusia berjuang melawan diri mereka sendiri untuk bertahan demi sebuah kehidupan. Perkembangan teknologi pun tak mampu memberikan pertolongan yang lebih cepat dalam mengatasi kasus tersebut.
BACA JUGA:Mengenal Rencong Puuk Ranub Lam Pulo, Senjata Sakti yang Membuat Cut Nyak Dhien Tak Mudah Ditangkap