Mereka sangat kaget ketika di kejauhan terlihat puncak Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, rompal. Dan mereka lebih kaget bukan kepalang ketika melihat Dukuh Legetang sudah tertimbun tanah dari irisan puncak gunung tersebut.
Bukan saja tertimbun tapi sudah berubah menjadi sebuah bukit, dengan mengubur seluruh dukuh beserta warganya. Dukuh Legetang yang tadinya berupa lembah, kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati.
Masyarakat sekitar terheran-heran. Seandainya Gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu pasti hanya akan menimpa lokasi di bawahnya. Akan tetapi kejadian ini jelas bukan longsornya gunung.
Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Namun sungai dan jurang itu sama sekali tidak terkena longsoran. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu malam tadi terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.
Hingga sekarang, jasad warga Legetang masih terkubur bersama tempat tinggalnya. Kondisi saat itu keterbatasan alat, membuat upaya pencarian korban dilakukan di titik yang diduga sebagai lokasi rumah petinggi desa Legetang.
Hingga kini, dusun yang tinggal nama itu hanya dikenang dengan tugu beton setinggi 10 meter. Tugu tersebut berdiri di tengah ladang kentang milik warga sebagai penanda adanya bencana luar biasa yang terjadi di masa lalu.
Kisah tenggelamnya dukuh Legetang ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa azab Allah SWT yang seketika itu tak hanya terjadi di masa lampau, di masa para nabi, tetapi azab itu pun bisa menimpa kita di zaman ini.
Bahwa sangat mudah bagi Allah SWT untuk mengazab manusia-manusia lalim dan durjana dalam hitungan detik.*