RADARMUKOMUKO.COM - Sebagian orang tahu dengan Saritem atau pernah mendengar nama ini, yaitu sebagai pusat pelacuran terbesar di Kota Kembang, Bandung. Walau sekarang tempat lokalisasi sudah ditutup, yaitu sejak Pada April 2007 silam, oleh pemerintah Kota Bandung.
Kehadiran pusat pelacuran Saritem ini tidak lepas dari sosok perempuan cantik yang dikenal dengan Nyai Saritem atau Nyai Sari Iteung.
Dilansir dari berbagai sumber, Saritem muncul pada era kependudukan Belanda di Indonesia. Karena memiliki pesona cantik, Saritem dijadikan istri simpanan oleh seorang pria Belanda.
BACA JUGA:8 Benteng Peninggalan Penjajah Belanda, Diantaranya Terkenal Angker Kerap Penampakan
Memiliki suami orang Belanda membuat kehidupan Saritem berubah dan jadi orang kaya. Saritem pun memiliki gelar yakni Nyai Saritem.
Dibukanya bisnis pelacuran bewal dari Belanda ingin membangun tempat khusus bagi para prajurit Belanda yang ingin menumpahkan hasrat seksualnya. Nyai Saritem diminta oleh pembesar Belanda untuk mencari wanita yang bisa diajak kencan oleh para serdadu Belanda yang masih melajang.
Kebetulan, pada saat itu daerah Gardu Jati memang dijadikan sebagai markas militer Belanda. Dalam misinya tersebut, Nyai Saritem difasilitasi sebuah rumah yang cukup besar.
Semakin hari perempuan-perempuan yang dikumpulkannya semakin banyak. Perempuan-perempuan tersebut berasal dari sekitaran Bandung, seperti Sumedang, Cianjur, Garut, serta Indramayu. Bisnisnya semakin besar, Nyai Saritem semakin terkenal.
Bisnis lendir milik Nyai Saritem ini kemudian semakin berkembang pesat. Pengunjung yang datang tak hanya berasal dari kalangan serdadu lajang.
BACA JUGA:Kata Soekarno Terkait 670 Pelacur Kesayangannya, Strategi Jitu Demi Perjuangan Bangsa Indonesia
Para prajurit yang sudah lanjut usia juga kerap berkunjung ke tempat ini. Bukan hanya warga Belanda, kalangan pribumi juga tak sedikit yang berkunjung dan mencicipi bisnis Nyai Saritem ini.
Terinspirasi dari keberhasilan Nyai Saritem, kawan-kawan yang senasib menjadi gundik para Belanda ini juga turut membuka bisnis serupa.
Rata-rata mereka dulunya sempat menjadi perempuan yang bekerja pada Nyai Saritem. Sepeninggal Nyai Saritem, pusat lokalisasi di Bandung ini kemudian dikenal sebagai ‘Saritem’.