Kisah Polisi Hoegeng, Pernah Disebut Gus Dur Sebagai Polisi Jujur dan Bersih, Sempat Mengundurkan Diri

Minggu 17-09-2023,17:06 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

Sebagai polisi, ia pernah ditugaskan di berbagai tempat dengan meragam posisi, di antaranya pernah menjadi pengawal Presiden Soekarno, saat peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1947. 

Pada tahun 1952, Hoegeng bertugas di Surabaya, lalu ke Medan dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).

Hoegeng sempat hadapi banyak tantangan saat di Medan, mulai dari pemberontakan PRRI, penyelundupan, judi, sogokkan dan korupsi. 

Selama bertugas hingga menjadi Kapolri berbagai tantangan dan cobaan dihadapi Hoegeng, namun dirinya tetap teguh dengan prinsipnya sebagai polisi bersih dan jujur. Hingga ia merupakan polisi tidak mau korupsi, tidak menerima hadiah apalagi sogok.

BACA JUGA:Keberhasilan Presiden Soeharto 32 Tahun Menjabat, 'Piye kabare le? Penak jamanku, to?'

BACA JUGA:Kisah Siti Oetari, Istri Pertama Tapi Bukan Cinta Pertama Soekarno Hingga Tak 'Disentuh'

Karena kejujuran dan keinginannya menjadikan polisi yang bersih dan mengayom masyarakat, Hoegeng bahkan tak dipungkiri juga mendapat perlawanan dari internalnya, karena dianggap "Terlalu lurus".

Seperti saat dirinya melarang ada sogok dalam penerimaan anggota polisi. Kemudian kala diterapkannya peraturan memakai helm. Ada oknum polisi yang mengambil keuntungan dengan berbinis helm.

Bisnis helm polisi itu langsung dia berangus. Kontan, dia mulai mendapatkan musuh dari dalam institusi Polri yang tidak setuju dengan sikapnya yang "terlampau lurus". Gebrakan yang dia lakukan selanjutnya adalah menghapus sogokan-sogokan.

Terakhir masa jabatannya, adalah kasus pemerkosaan yang menimpa Sumarijem, penjual telur ayam berusia 18 tahun atau yang lebih dikenal dengan Sum Kuning. Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini.

Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning. Tim Pemeriksa Sum Kuning kemudian dibentuk pada Januari 1971.

Bagai bola salju, kasus Sum Kuning terus membesar. Sejumlah pejabat polisi, dan pejabat di Yogyakarta disebut-sebut terlibat. Namun mereka membantah lewat media massa. 

Hebatnya, Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di Istana, Soeharto memerintahkan kasus ini diambil alih Tim Pemeriksa Pusat Kopkamtib, lembaga yang menangani keamanan negara.

Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Tetapi para terdakwa membantah keras melakukan pemerkosaan.

Bahkan, mereka bersumpah rela mati jika benar memerkosa. Hoegeng yang saat itu masih menjadi Kapolri akhirnya sadar, ada kekuatan besar untuk menghilangkan kasus ini. Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri.

Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini, dan kasus Robby Tjahyadi, serta sejumlah kasus lain terkait bisnis pejabat. Namun ada juga yang menganggap karena keterlibatannya dalam Petisi 50.

Kategori :