RADARMUKOMUKO.COM - “Hei kau, anjing Belanda! Kalau kalian berani, tebaslah tiang bendera ini bersama dengan tubuh saya. Langkahi mayat saya sebelum kalian menurunkan Sang Saka ini!” hardik perempuan yang tidak lain adalah si empunya istana alias Ratu Balanipa.
Pada kejadian,15 Januari 1946, suasana mencekam. Puluhan tentara Belanda berseragam NICA dengan senjata lengkap tiba-tiba datang tanpa diundang.
Mereka mengepung Istana Balanipa yang memang menjadi markas para pejuang republik di Mandar, Sulawesi Barat.
Beberapa serdadu NICA di barisan terdepan bergerak maju, bermaksud menurunkan Sang Saka Merah-Putih yang dikibarkan di halaman istana.
Teriakannya yang menggema dan garang, membuat tentara Belanda yang akan mendekat memilih ambil langkah surut atau mundur secara teratur.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Mobil Keluarga Murah Dengan Harga Rp 100 Jutaan Hingga Rp 250 Jutaan
Namanya Andi Depu Maraddia Balanipa, Puang Depu Maraddia Balanipa atau Ibu Agung. Seorang pejuang wanita yang berhasil mempertahankan Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat dari penaklukan Belanda.
Pada tahun 1942, ia mengibarkan bendera Merah Putih di awal kedatangan pasukan Jepang di Mandar.
Berkat keberaniannya tersebut, ia mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Presiden Soekarno.
Melansir dari berbagai sumber, Pada 10 November 2018, Andi Depu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan Abdurrahman Baswedan, Kasman Singodimedjo, Depati Amir, Sjam'un dan Pangeran Muhammad Noor.
Ibu Agung Andi Depu Lahir di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada 1908 dengan nama Sugiranna Andi Sura.
Ia seorang putri raja dalam arti yang sesungguhnya. Ia adalah anak perempuan Raja Balanipa ke-50, La’ju Kanna Idoro.
Pada periode tahun 1946, atas permintaan para tokoh adat dan masyarakat, Andi Depu dinobatkan sebagai Arayang atau Maraqdia Balanipa di Mandar.