RADARMUKOMUKO.COM - Suku Wong Alas Carang di Purbalingga juga disebut Suku Pijajaran atau Suku Carang Lembayung oleh masyarakat sekitar. Wong alas kerap dianggap manusia mitos.
Kata “wong” dalam bahasa Jawa diartikan sebagai orang. Sedangkan kata “Alas” memiliki makna hutan.
Wong Alas diyakini berada di gugusan bukit dengan bioma hutan hujan tropis yang membentang dari kaki Gunung Slamet hingga Dieng, Banjarnegara.
Walau belum ada potret asli dari suku ini, namun masyarakat desa di sekitar perbukitan, seperti Desa Tundagan, Desa Sirongge, Kabupaten Pemalang, dan Desa Sirau, Jingkang, Panusupan, Kramat, Tunjungmuli, Tanalum, serta Gunungwuled, Kabupaten Purbalingga, sangat akrab dengan cerita wong alas.
Menurut cerita, wong alas memiliki ciri tidak bertumit, tidak ada belahan pada bagian atas bibir serta bermata besar. Saat berjalan gaya berjalan mereka seperti jin-jit.
Menariknya lagi, diceritakan, wong alas dalam sewaktu-waktu bisa berubah menjadi seekor harimau.
Sama dengan cerita suku gaib lainnya, ada beberapa versi kisah suku wong alas, sehingga menjadi tanda tanya antara fakta, legenda, mistis dan mitos.
BACA JUGA:Fakta-fakta Unik dan Menarik dari Provinsi Kalimantan Utara, Ada Suku Rimba Terakhir Kalimantan
BACA JUGA:Drama Perceraian Tukiman dan Ida Istiqomah Eksotis, Tukiman: Tak Pernah Dipanggil Sidang
Ciri khas wong alas ini juga bisa dilihat dari cara berpakaiannya yang hanya menggunakan kain berwarna putih dan dilubangi sebagai jalan masuk ke bagian kelapa untuk menutupi badan bagian atas dan lalu bagian bawahnya menggunakan bahan dari akar-akaran atau material alami lain yang diikat untuk menutupi bagian tubuh bawah.
Bahkan mereka hanya menggunakan kain sebagai cawat untuk menutupi area vital (khususnya kaum pria).
Seperti diberitakan media ini sebelumnya yang dilansir dari solopos.com, ada kisah misteri yang menyangkut wong alas terjadi pada 1984 di mana ada seorang perempuan dari wong alas yang meninggal karena memakan umpan beracun untuk jebakan babi hutan.
Beberapa hari kemudian, 35 ekor kambing milik warga Desa Tundangan mati dalam jangka waktu satu malam. Di bagian leher kambing itu terdapat semacam bekas gigitan.
Warga desa mengkaitkan kematian 35 kambing itu dengan kejadian meninggalnya perempuan wong alas tersebut dengan asumsi kaum wong alas hendak balas dendam dengan warga desa atas kematian salah satu dari anggota mereka.
Kisah lainnya terjadi di tahun 1978 di suatu daerah perdukuhan di bagian selatan Desa Sirongge (sebelah timur Desa Tundangan) yang dihuni beberapa kepala keluarga dan terpaksa pindah karena merasa takut dengan keberadaan wong alas.