RADARMUKOMUKO.COM - Hingga kini istilah atau kata-kata "Banyak Anak Anak Rezeki" masih sering terdengar digunakan hingga diterapkan. Juga banyak dipakai bagi pihak yang menantang kebijakan Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah sejak awal.
Pada saat penjajahan Belanda di indonesia "Banyak anak banyak rezeki" di gunakan sebagai alat pemerintah Belanda saat menjajah indonesi.
Rakyat indonesia yang memiliki lebih dari 10 anak akan diberi hadiah, dikarenakan belanda membutuhkan sumber daya manusia dari indonesia untuk kemudian di pekerjakan guna mensejahtrakan negara Belanda.
Rakyat indonesia yang terdesak akan kebutuhan ekonomi, harus memenuhi kebutuhan kompeni Belanda ini, rakyat yang menuruti perintah kemudian mendapatkan hadiah yaitu sumber pangan selama 1 tahun yang dibiayai oleh pemerintah Belanda.
Bagi rakyat yang melanggar bagi laki-laki akan dibunuh dan bagi perempuan akan di perkosa oleh tentara Belanda.
Maka ada pendapatan “Banyak Anak Banyak Rizki” muncul antara Tahun 1830-1870.
BACA JUGA:Pembataian 10.000 Keturunan Tionghoa di Jawa, Awal Mula Tragedi Perang Sepanjang Melawan Belanda
Melansir dari voi.id, tingginya angka kelahiran disengaja untuk memenuhi tenaga kerja yang dibutuhkan Belanda untuk tanam paksa maupun kerja Rodi.
Secara sederhana, sistem tanam paksa mewajibkan rakyat untuk menanam komoditas ekspor seperti kopi di tanah mereka dan hasil panennya diserahkan ke pemerintah Belanda. Itu sebagai pengganti kewajiban pajak tanah.
Jadi rakyat tidak bayar pajak, tapi hasil panennya diambil Belanda.
Belanda sendiri butuh tenaga kerja lebih banyak agar roda ekonomi mereka lewat sistem tanam paksa bisa terus berputar.
Profesor Emeritus Sosiologi Pedesaan, Benjamin White menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk pada masa kolonial di Jawa beriringan dengan permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan Belanda. Risetnya itu berjudul Demand for labor and population growth in colonial Java (1973).
Demi suksesnya agenda cultuurstelsel, Belanda butuh sarana prasarana yang mumpuni, memperbaiki infrastruktur, membangun jalan-jalan baru dan bangunan pendukung lainnya, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang berlimpah sekaligus murah.
BACA JUGA:Perang Sampai Titik Darah Terakhir, Pertempuran Perang Puputan Margarana Melawan Belanda