BACA JUGA:Begini Alasan Pengantin Pria Suku Banyankole Harus Dites dan Ditonton Oleh Bibi Pengantin Wanita
Suku Da’a mulai dimukimkan oleh Dinas Sosial di daerah dataran sekitar tahun 1986 permukiman di perkampungan permanen ini dilakukan dengan alasan untuk mengurangi aktivitas pertanian berpindah yang berpotensi mengurangi luasan hutan lindung.
Pada tahun itu pula mereka mulai menganut agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia. Suku Da'a yang berada di Sulawesi Barat mayoritas beragama Kristen Protestan sedangkan masyarakat Da'a yang berada di Sulawesi tengah mayoritas beragama Islam.
Upacara Mumpakoni sebagai satu upacara wajib sebelum pembangunan rumah pohon suku Kaili Da’a. Meskipun sudah mengenal agama, unsur animisme ini masih kental di kalangan suku ini.
Ada sesajen yang harus disiapkan sebelum upacara. Yakni terdapat kapur sirih, pinang, telur rebus, sirih, dan gambir. Sesajen ini melambangkan beragam hal tentang kehidupan dan hati.
Pada proses pembuatan rumah pohon, biasanya dilakukan beramai-ramai dan dilakukan pada hari tertentu yang dipercaya membawa berkah.
BACA JUGA:Bertetangga Dengan Indonesia, Anak Bawah Umur Suku Trobriander Dipaksa Dewasa
BACA JUGA:Tradisi Titi yang Menyakitkan Suku Mentawai, Membuat Tato Tradisional Dengan Jarum Bambu
Masyarakat Da’a beternak manu (ayam), vavu (babi) untuk dikonsumsi, dan memelihara asu (anjing) untuk kegiatan berburu. Berbeda dengan komunitas masyarakat Kaili pada umumnya, mereka tidak mengenal ternak kerbau.
Dalam masyarakat Da’a binatang yang paling berharga adalah babi, yang digunakan untuk maskawin dalam upacara perkawinan.
Masyarakat Da’a juga melakukan perburuan di hutan, khususnya berburu anoa, babi hutuan dan burung.
Senjata yang digunakan untuk berburu adalah sopu (sumpit), parang, tombak dari bambu runcing, tombak dengan batu yang diikat tali (harpoon).
Demikian cerita singkat suku Da’a, semoga informasi ini menambah pengetahuan terkait keragaman duku nusantara.*