Setelah itu, pemimpin adat akan memberikan aba-aba untuk memulai perang pandan.
BACA JUGA:Mahalnya Biaya Pernikahan Suku Kalaidzhi Bulgaria Wanita Muda Harus Ikut Pasar Ini
BACA JUGA:Suku Bajo, Hidup di Permukaan Laut Mampu Menyelam di Kedalaman Tanpa Alat Bantu
Para peserta akan saling berpelukan sambil memukul punggung lawan menggunakan senjata pandan dengan diiringi alunan gamelan.
Perang pandan berlangsung selama kurang lebih satu menit hingga wasit menghentikan pertandingan.
Perang pandan berlangsung bergantian dengan peserta lain dan dilakukan secara bergilir. Setelah perang pandan selesai, hampir semua peserta akan mengalami luka di sekujur tubuhnya karena duri daun pandan.
Oleh karena itu, tubuh peserta akan diolesi ramuan tradisional dari parutan kunyit dan lengkuas dengan ditambah minyak kelapa untuk mengobatinya.
Meskipun terlihat menyakitkan dan berdarah-darah, para peserta mekare-kare melakukannya dengan sukarela dan tanpa ada dendam atau amarah.
Mereka percaya bahwa luka-luka tersebut adalah simbol keberanian dan pengorbanan mereka untuk Dewa Indra dan para leluhur mereka.
Tradisi mekare-kare merupakan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan dan dihormati.
Tradisi ini menunjukkan nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, kesetiaan, ketaatan, dan keteguhan hati masyarakat Bali.*