BACA JUGA:Bukan Hanya Indonesia, Ternyata 9 Negara Ini juga Merdeka di Bulan Agustus
Menurut para ahli, logam mulia seperti emas dan perak tidak mudah berkarat karena mereka memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi.
Artinya, mereka tidak bereaksi dengan oksigen dan air dengan mudah. Oleh karena itu, harta karun seperti kalung emas gigi hiu megalodon dan perhiasan berlian dan safir kemungkinan masih terjaga keindahannya di dasar laut.
Namun, logam mulia juga bisa terkena pengaruh faktor lain seperti tekanan, suhu, salinitas, dan mikroorganisme.
BACA JUGA:Tenggelamnya Kapal Titanic Bukan Semata-Mata Gunung Es, Tapi Bahan Baku dan Desain Kapal
Misalnya, tekanan tinggi di dasar laut bisa menyebabkan deformasi atau perubahan bentuk pada logam mulia.
Suhu rendah bisa menyebabkan keretakan atau pecah pada logam mulia.
Salinitas tinggi bisa menyebabkan pengendapan garam atau kotoran pada permukaan logam mulia.
Mikroorganisme bisa menyebabkan biofouling atau pertumbuhan organisme hidup pada logam mulia.
Selain logam mulia, harta karun yang terbuat dari bahan organik seperti kayu, kertas, kain, atau kulit juga bisa terpengaruh oleh kondisi lingkungan di dasar laut.
Bahan organik cenderung lebih mudah terurai atau membusuk karena aktivitas bakteri atau jamur.
Bahan organik juga bisa dimakan oleh hewan-hewan laut seperti ikan, udang, atau cacing.
Oleh karena itu, harta karun seperti piano Steinway yang terbuat dari kayu dan kertas kemungkinan sudah rusak parah atau bahkan tidak ada lagi di dasar laut.
Demikian juga dengan lukisan La Circassienne au Bain yang terbuat dari kanvas dan cat minyak.
Harta karun seperti mobil Renault Tipe CB Coupe de Ville yang terbuat dari campuran besi, kaca, karet, dan kulit kemungkinan sudah mengalami kerusakan yang beragam.