BACA JUGA:Do'a Kiai Rahasia Kesaktian Bambu Runcing Sebelum Digunakan Melawan Belanda, Tidak ada Obat
Singkat cerita awal 1947, dia tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dan kemudian ditempatkan di Purwakarta, Jakarta dan Bogor. Saat di Jakarta dan Bogor inilah dia melihat prilaku para serdadu yang membuatnya semakin muak dengan penindasan yang dilakukan bangsanya.
“Mereka memperlakukan orang-orang pribumi laiknya anjing kudisan. Di Bogor mereka bahkan menembak Asmuna, seorang perempuan setempat yang menolak untuk dilecehkan oleh para serdadu,” kenangnya.
Sekira Agustus 1948, Poncke (nama panggilan akrab Princen) melarikan diri dari kesatuannya. Dia kemudian ditangkap oleh Tentara Merah (pasukan pro FDR PKI) dan dipenjarakan di Pati.
Sebulan kemudian, Batalyon Kala Hitam dari Divisi Siliwangi membebaskannya dan memberikan kebebasan untuk kembali kepada pasukannya. Namun dia kukuh memilih untuk ikut Siliwangi long march ke Jawa Barat.
BACA JUGA:Kisah Princen Penjajah asal Belanda yang Malah Membela Indonesia, Sempat Diburu
Selanjutnya lelaki kelahiran Den Haag pada 21 November 1925 itu tercatat aktif sebagai gerilyawan Republik yang berjuang di wilayah Cianjur-Sukabumi pada 1949.
Akibatnya, seperti dituliskan dalam otobiografinya: Kemerdekaan Memilih, militer Belanda terus memburunya dan coba menghilangkan nyawanya. Namun selalu gagal, termasuk suatu operasi khusus yang dilakukan oleh KST (Korps Pasukan Khusus Angkatan Darat Belanda) pada 10 Agustus 1949 di Cilutung Girang, Cianjur.
Shigeru Ono
Shigeru Ono (95), adalah pejuang Indonesia asal Jepang terakhir yang masih ada sampai beberapa tahun lalu. Tepat pada 25 Agustus 2014, Shigeru meninggal akibat penyakit tifus dan pembengkakan pembuluh darah.
Semasa menjadi pejuang, selain ikut bergerilya di kaki Gunung Semeru, Jawa Timur, Shigeru juga tercatat ikut terlibat dalam pembuatan buku petunjuk khusus taktik perang gerilya bersama "Bapak Intel Indonesia" almarhum Kolonel Zulkifli Lubis.
BACA JUGA:Dua Istri Soekarno Orang Jepang, Berakhir Tragis dan Kontroversi
Banyak alasan yang membuat Shigeru enggan bertekul lutut kepada pihak Sekutu. Selain kata "menyerah" tak ada dalam kamusnya, rata-rata mereka melihat jasa orang-orang Indonesia kepada mereka kala memerangi pihak Sekutu.
“Indonesia sudah banyak membantu Jepang. Kami ingin memberikan yang tidak bisa dilakukan oleh negara kami,” ujar Shigeru Ono dalam Mereka yang Terlupakan: Memoar Rahmat Shigeru Ono, Bekas Tentara Jepang yang Memihak Republik karya Eiichi Hayashi.
BACA JUGA:Dibentuk Oleh Jepang, Tidak Tahan Melihat Rakyat Ditindas, PETA Lakukan Pemberontakan
Demi membela tanah air barunya itu, Shigeru harus kehilangan tangan kanannya akibat ledakan mortir. Dan selama berjuang di wilayah Jawa Timur, dia menjadi buronan militer Belanda karena dinilai banyak merugikan mereka dengan segala aksi penyerangan pasukan yang dipimpinnya.