Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa. Kerajaan Gowa menentang dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin berpendirian sama. Bahwa Tuhan menciptakan bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama.
BACA JUGA:Perang Sisingamangaraja, Perlawanan Masyarakat Batak Terhadap Belanda
Dalam perjalanannya, terjadi pertempuran yang berlangsung di medan perang Sulawesi Selatan antara orang-orang Makassar yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan VOC dipimpin oleh Laksamana Speelman.
Tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Belanda berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi mereka belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Karena Sultan Hasanuddin berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Belanda.
Pertempuran-pertempuran terus berlangsung begitu pula selalu diadakannya berbagai perjanjian perdamaian dan gencatan senjata, namun selalu dilanggar oleh VOC dan merugikan Kerajaan Gowa.
BACA JUGA:4 Wanita Belanda Yang Mendukung Kemerdekaan Indonesia, Disambut Soekarno
Pada saat peperangan Belanda terus menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bungaya, pada 18 November 1667.
Setelah merasa Perjanjian Bungaya itu sangat merugikan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa, akhirnya pada 12 April 1668 perang kembali pecah.
Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar, menambah kekuatan pasukan Belanda, hingga akhirnya berhasil menerobos benteng terkuat Kerajaan Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669.
Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan mundurnya Sultan Hasanuddin dari benteng Somba Opu ke benteng Kale Gowa, maka usaha Speelman memecah belah persatuan kerajaan Gowa terus dilancarkan.
BACA JUGA:Kisah Senjata Bambu Runcing, Didoakan Kiai Sebelum Digunakan, Bikin Belanda Ketakutan
Usaha ini berhasil, setelah diadakan "pengampunan umum". Siapa yang mau menyerah diampuni Belanda. Beberapa pembesar kerajaan menyatakan menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk pada Perjanjian Bungaya.
Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan Nusantara.
Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba Daeng Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah. Sesudah turun tahta, Sultan Hasanuddin banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan.*