Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh rakyat biasa, tetapi juga oleh arung atau kalangan bangsawan.
BACA JUGA:Catat, Perbedaan Bakteri Pemakan Bangkai Titanic dengan Bakteri di Darat, Ini kata Ilmuan
Sebelum melakukan ritual ini, kedua pihak harus bersepakat untuk bertarung.
Melalui kesepakatan ini, apabila ada salah satu pihak yang meninggal tidak akan dikenakan sanksi atau hukum.
Apalagi tujuan dari ritual ini adalah sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Bugis.
Hal inilah yang disimbolkan dalam sebuah sarung di mana dua orang berada dalam satu tempat dan ikatan yang menyatukan.
Sedangkan badik yang telah keluar dari sarung kedua orang tersebut pantang untuk diselip di pinggang sebelum terhujam di tubuh lawan . Gambaran ini menunjukkan kuatnya suku Bugis mempertahankan harga diri.
Perubahan Tradisi
Saat ini, tradisi sigajang laleng lipa tidak lagi dilakukan sebagai penyelesaian masalah.
Tradisi ini hanya dilakukan dalam rangka pelestarian budaya melalui pentas seni.
BACA JUGA:Sakti Pernah Kalahkan Dayak, Suku Kalang Sempat Dikucilkan, Miliki Ekor dan Begini Nasibnya Kini
Masyarakat Bugis telah mengubah nilai-nilai positif dari tradisi ini menjadi bentuk penyelesaian sengketa non litigasi yang disebut tudang madeceng.
Tudang madeceng adalah cara menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah dan mufakat tanpa melibatkan kekerasan .
Tradisi sigajang laleng lipa merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan dipelajari. Tradisi ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga harga diri dan martabat, tetapi juga tentang nilai persatuan dan kebersamaan.
Artikel ini dilansir dari berbagai sumber : www.goodnewsfromindonesia.id dan www.budayanusantara.web.id