Hal ini berarti bahwa jika air naik lebih tinggi dari tinggi kompartemen, ia akan meluap ke kompartemen lain. Inilah yang terjadi ketika Titanic menabrak gunung es.
Air membanjiri enam kompartemen pertama dan kemudian meluap ke belakang, menarik kapal ke bawah.
Jika kompartemen Titanic lebih tinggi atau mencapai geladak atas, ia mungkin akan tetap mengapung lebih lama atau bahkan tidak tenggelam sama sekali.
Cacat desain lainnya adalah penggunaan baja dan paku keling yang rapuh.
BACA JUGA:8 Tradisi Pernikahan Unik di Seluruh Dunia, Salah Satunya Dilarang ke Toilet
Baja lambung Titanic memiliki kadar karbon yang tinggi, yang membuatnya lebih keras tetapi juga lebih rapuh.
Baja ini juga tidak tahan terhadap suhu rendah, yang membuatnya lebih mudah retak ketika menabrak gunung es.
Selain itu, paku keling yang digunakan untuk menghubungkan pelat baja lambung juga rapuh dan mudah patah.
Hal ini menyebabkan celah-celah besar di lambung kapal, yang mempercepat masuknya air.
BACA JUGA:Penerapan Kawin Paksa dan Cambuk Oleh Suku Anak Dalam Jika Ketahuan Berduaan
Akibat tenggelamnya Titanic, perubahan dilakukan dalam desain kapal, seperti lambung ganda dan kompartemen lebih tinggi. Juga, standar keselamatan yang lebih ketat diberlakukan untuk mengatur kapal-kapal di laut, termasuk penggunaan wajib komunikasi elektronik, kapasitas minimum perahu penyelamat, dan pembentukan patroli es.
Tujuannya adalah untuk mencegah bencana serupa terjadi lagi dan meningkatkan keselamatan penumpang dan awak kapal.
Titanic adalah contoh tragis dari bagaimana desain buruk dapat menyebabkan bencana.
Dengan mempelajari kesalahan-kesalahan yang dibuat, kita dapat membuat kapal-kapal yang lebih baik dan lebih aman di masa depan.
Namun, kita juga harus ingat bahwa tidak ada kapal yang benar-benar tidak bisa tenggelam, dan kita harus selalu waspada terhadap bahaya di laut.
Artikel ini dilansir dari berbagai sumber : www.bbc.com dan www.theguardian.com