Karena prinsip itu, orang Samin tidak mau menyakiti orang lain, tidak mau mengambil hak orang lain, tapi mereka juga tidak mau hak-hak mereka dirampas.
Uniknya lagi, sebagai petani, mereka sangat menghargai tanaman, hingga Suku Samin tidak mau memetik buah dari atas pohon sebelum buah itu jatuh sendiri ke tanah.
Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan beberapa daerah lainnya.
Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga.
Saminisme adalah ajaran yang menyebar di kalangan suku samin.
Salah satu sikap yang diajarkan adalah Sedulur Sikep. Makna ajaran ini bahwa Suku Samin mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan.
Akar dari ajaran ini berawal dengan tindakan mereka untuk tidak membayar pajak serta tak mau menaati peraturan dari pemerintah kolonial Belanda sampai ke penjajahan Jepang.
BACA JUGA:Suku Asmat, Mampu Datangkan Petir Hingga Angin Topan
Sikap ini seringkali dianggap menjengkelkan, bahkan terkadang masih dirasakan sampai saat ini.
Nama Suku Samin berawal dari seorang penduduk desa bernama Ki Samin Surosentiko yang lahir di Desa Poso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada 1859.
Bagi masyarakat sekitar tempat tinggal, Ki Samin dikenal sebagai sosok mulia. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai intelektual desa.
Samin juga pemimpin yang dihormati masyarakat setempat. Namun, tidak bagi pemerintah Belanda saat itu. Samin dikenal sebagai penjahat yang sering masuk keluar penjara karena tak patuh aturan penjajah.*