BACA JUGA:Keunikan Suku Abui, Paling Bahagia dan Dijuluki Pemburu Kepala Manusia
BACA JUGA:Lima Suku Penghasil Cowok Ganteng, Tiga Dari Sumatera, Banyak Yang Jadi Artis
Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya yang saat itu ada di kapal tersebut agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan.
Tak lama kemudian, pada keheningan malam tiba-tiba mereka melihat adanya cahaya yang samar-samar. Dengan berpikiran di mana ada api disitulah ada daratan dan kehidupan, akhirnya mereka mengikuti arah cahaya tersebut, hingga tibalah mereka di daratan Selat Malaka tersebut.
Saat itu, daerah ini masih berupa kawasan hutan dan rawa yang tak bertuan, 18 orang warga Tionghoa membangun tempat permukiman baru, yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi.
Mereka bertekad akan menjadikan wilayah baru itu sebagai tanah masa depan mereka. Selain itu, mereka juga bertekad untuk tidak lagi kembali ke negeri asal, yaitu Fujian, China.
BACA JUGA:Suku Asli Amerika yang Akhirnya Menjadi Budak dan Terusir
BACA JUGA:Suku Zulu, Wajib Tes Keperawanan Gunakan Buluh, Jika Gagal akan Terancam
Sebagai wujud dari tekad kuat mereka untuk menetap di Bagansiapiapi dan tidak kembali lagi ke China, maka mereka membakar kapal tongkang yang mereka naiki.
Mereka juga memutuskan memberi nama Bagansiapiapi ataupun “ Tanah Kunang- kunang”. para imigran ini bersumpah bahwa mereka tidak akan kembali ke tanah air mereka, kemudian mereka membakar kapal tongkang tersebut dan menetap hingga sekarang diwilayah Kabupaten Rokan Hilir tersebut.
Dari situlah muncul tradisi bakar tongkang, yang dilakukan untuk mengenang peristiwa sejarah para leluhur yang tiba di Bagansiapiapi.
Festival bakar tongkang ini dirayakan tiap tahun pada hari ke- 16 bulan ke- 5 berdasarkan kalender tahunan Tiongkok, tradisi ini pula yang disebut Go Gek Cap Lak( dari kata Go berarti 5 serta Cap Lak yang berarti ke- 16) disorot dengan aksi simbolis membakar replika kapal tradisional Cina selaku puncak festival.*