Dalam percakapan sehari-hari, kelompok masyarakat ini menggunakan bahasa Minangkabau dialek Aceh, atau yang dikenal dengan bahasa Aneuk Jamee. Bahasa Jamee merupakan bahasa Minangkabau yang telah menyerap beberapa unsur dan kosakata Bahasa Aceh.
Suku Sigulai
Suku Sigulai merupakan suatu suku bangsa yang mendiami Pulau Simeulue bagian utara. Suku ini terdapat di kecamatan Simeulue Barat, Alafan dan Salang.
Suku Sigulai terdaftar sebagai suku asli yang berada kepulauan Simeuleu, berdampingan dengan suku Devayan, Lekon dan Haloban. Belum ditemukanya sejarah asal usul suku Sigulai ini secara tertulis, sehingga belum diketahui pasti asal usul suku Sigulai ini.
Akan tetapi ada beberapa pendapat para penulis di beberapa situs di web, menyatakan kalau suku Sigulai itu dulu kala berasal dari wilayah yang sama dengan suku Devayan, Lekon, Haloban dan Nias serta Mentawai.
BACA JUGA:Ini 5 Suku Asli Provinsi Sumatera Selatan, Keturunan Raja Darmawijaya
Sebab secara fisik suku Sigulai itumasuk dalam ras mongoloid yang dulu kala bermigrasi ke wilayah ini bersama-sama dengan suku Nias, Mentawai, Devayan, Lekon serta Haloban, mereka tersebar di beberapa wilayah di pulau serta kepulauan yang berada di sebelah barat pulau Sumatra. Salah satunya ialah suku Sigulai yang masih bermukim di wilayah ini sampai sekarang.
Suku Lekon
Suku Lekon adalah sebuah suku bangsa yang terdapat di kecamatan Alafan, Simeulue di provinsi Aceh. Suku ini terdapat di desa Lafakha dan dan Langi.
Suku Devayan
Suku Devayan merupakan suatu suku bangsa yang mendiami Pulau Simeulue. Suku ini mendiami kecamatan Teupah Barat, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Teupah Selatan dan Teluk Dalam.
BACA JUGA:5 Suku Asli Provinsi Sumatera Selatan, Keturunan Raja Hingga Penunggu Bukit Barisan
Suku Haloban
Suku Haloban merupakan suatu suku yang terdapat di kabupaten Aceh Singkil, tepatnya di kecamatan Pulau Banyak Barat. Suku bangsa ini mendiami 2 desa dari 4 desa yang ada yaitu desa Haloban dan Asantola.
Suku Nias
Suku Nias adalah kelompok etnik yang berasal dari Pulau Nias. Mereka menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono berarti anak/keturunan; Niha = manusia) dan Pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö berarti tanah).