RADARMUKOMUKO.COM – Tidak diragukan lagi, Batak merupakan suku bangsa terbesar ketiga di Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara. Mereka pula yang banyak menghasilkan orang-orang hebat di republik ini.
Rasanya tidak ada masyarakat yang tidak tahu dengan suku batak, karena selain banyak tokoh hingga seniman yang berasal dari batak, juga karena orang batak dapat ditemukan di seluruh daerah.
Suku Batak memiliki 7 sub etnis, yaitu Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Angkola.
Namun walau Mandailing masih salah satu sub etnis Suku Batak, atau bisa dikatakan termasuk rumpun suku Batak.
BACA JUGA:Suku Batak Ternyata Bersaudara dengan Suku Komering di Sumatera Selatan
BACA JUGA:Suku Lintang Penunggu Bukit Barisan, Ini Asal Usulnya
Namun etnik Mandailing lebih memilih identitas sebagai Mandailing (saja) dan menyingkirkan label Batak bukanlah hal baru khususnya bagi perantau. Penyingkiran identitas yang dilakukan etnik Mandailing terhadap label Batak terkait erat dengan posisi politis dan ekonominya yang dicapai lewat pendidikan.
Walau demikian, Mandailing dan batak, bahasa dan adat istiadat yang hampir sama.
Nah, berikut ini radarmukomuko.disway.id akan mengulas alasan orang Mandailing tidak mau disebut sebagai Batak dilansir dari berbagai sumber.
Pernyataan mengenai 'Mandailing Bukan Batak' juga dibenarkan oleh sejarawan Malaysia, Mohamed Azli Bin Mohamed Azizi dalam makalahnya yang bertajuk 'Sejarah Kedatangan Orang-Orang Mandailing ke Semenanjung Tanah Melayu', dan telah didukung oleh sarjana Belanda, Jerman dan Indonesia.
Adapun puncak kekeliruan mengenai 'Mandailing Bukan Batak' tercetus dari salah satu peristiwa bernama 'Batak Maninggoring' di Kayu Laut pada 1922 silam.
BACA JUGA:8 Suku Asli Sumatera Utara, Salah Satunya Enggan Disebut Orang Batak
BACA JUGA:5 Suku di Pulau Jawa dan Asal Usul Suku Jawa
Di mana kala itu masyarakat Mandailing diduga ditipu kaum Batak yang bersekongkol dengan Belanda, untuk menjadikan daerah Mandailing sebagai daerah Batak sekaligus mengkristenisasi daerah itu. Padahal orang Mandailing sendiri merupakan penganut Islam taat hingga sekarang.
Pada tahun 1920-an terdapat kasus pemakaman Sungai Mati, di mana orang Mandailing menolak untuk menerima seorang Batak muslim yang dimakamkan di sana. Khususnya pada tanah wakaf bangsa Mandailing. Sehingga hanya orang asli Mandailing sajalah yang boleh dimakamkan di sana.