Oleh Sahad Abdullah
SEJAK sekitar 3 bulan terakhir, Harimau Sumatera, muncul di perkebunan masyarakat, bahkan masuk permukiman warga. Sebut saja di Kecamatan Malin Deman, Pondok Suguh, Teramang Jaya, Penarik, Selagan Raya, hingga Lubuk Pinang. Beberapa ekor sapi milik warga jadi santapan si Raja Hutan. Warga yang berada dan tinggal di wilayah kemunculan kucing besar tersebut khawatir dan ketakutan. Seolah mereka terganggu dan dirugikan oleh si belang. Mari kita renungkan, apa yang dilakukan oleh si Raja Hutan itu. Sepertinya hanya mencari makan. Tidak lebih. Ketika sudah kenyang, ia meninggalkan sisa makan itu. Itu bukti bahwa Harimau tidak rakus. Ketika kenyang saat itu, ia merasa cukup. Beda dengan kita sebagai manusia. Tidak pernah merasa cukup dan puas atas apa yang dimilikinya. Dampak dari rakusnya manusia, hutan yang menjadi habitat Harimau rusak. Rusaknya hutan, menyulitkan Harimau mendapatkan makanan. Demi perut dan kelangsungan hidupnya, Harimau keluar hutan untuk mencari makan.
''Perambahan hutan secara masiv, merusak habitat harimau. Itu menjadi salah satu penyebab kenapa Harimau keluar dari hutan,'' kata kepala Balai Konsevasi Sumber Daya Alam, Resort Mukomuko, Rasidin.
Ketika sudah terjadi konflik seperti ini, kesalahan sepertinya diarahkan kepada harimau. Sehingga pihak BKSDA memasang perangkap bagi si belang. Jika sudah terungkap, tentu akan dikarantina agar tidak lagi mengganggu manusia. Disisi lain, upaya pemerintah untuk menjaga hutan terkesan tidak serius. Jika pemerintah dan aparat mau, tentu bukan hal yang sulit mengungkap dan menangkap perambah hutan. Aturan sudah jelas, ada undang-undang yang mengatur tata cara mengelola hutan. Masalah menjadi sulit, jika diantara perambah tersebut ada oknum aparat, pejabat dan masyarakat berkantong tebal. Bagi para oknum, merambah hujan, bukan karena didasari urusan perut, melainkan nafsu. Sering kita dengar orang bijak mengatakan 'manusia yang dikuasai nafsu, sifatnya lebih rendah dari binatang'. Kasus ini sepertinya membenarkan teori tersebut. Harimau keluar hutan untuk mencari makan demi mempertahankan hidupnya, sedangkan manusia merusak hutan karena mengikuti nafsunya. Harimau yang masuk perkebunan warga, ada kesan menunjukkan sikap bersahabat. Buktinya ia tidak menyerang atau menyakiti manusia. Jika mau, tentunya bukan hal sulit bagi Harimau untuk menyerang manusia. Ada cerita dari Sekdes Bukit Makmur, Kecamatan Penarik, Nur Hamid. Setelah ada kejadian sapi mati diduga diserang Harimau, siangnya sebagian warga tetap bekerja. Salah satunya mencari brondolan sawit. Warga tersebut melihat sekilas ada benda bergerak cepat. Diyakininya, benda tersebut adalah Harimau yang makan sapi, pada malam sebelumnya. Karena takut, warga tersebut pulang dan menceritakan kepada pemerintah desa.
''Manusia tidak masuk daftar makanan Harimau. Dalam kondisi normal, Harimau tidak akan menyerang manusia untuk dimakan,'' kata Act. Field Head Assistant- in Charge, PT. Sipef, Rudiyanto, S.Hut.
Ada sebab, tentu ada akibat. Konflik yang terjadi belakangan ini, antara manusia dengan Harimau juga ada sebabnya. Warga merasa terusik karena kemunculan Harimau. Harimau juga merasa terusik karena habitatnya dirusak oleh manusia. Dari kasus ini muncul pertanyaan, siapa mengusik, siapa terusik?.(*)