I’tikaf Adalah Ibadah yang Fleksibel, Apa Maksudnya? Pekerja yang Ingin I’tikaf Wajib Mengetahuinya

I’tikaf Adalah Ibadah yang Fleksibel, Apa Maksudnya? Pekerja yang Ingin I’tikaf Wajib Mengetahuinya

I’tikaf Adalah Ibadah yang Fleksibel, Apa Maksudnya? Pekerja yang Ingin I’tikaf Wajib Mengetahuinya-Ilustrasi -Berbagai Sumber

RADARMUKOMUKO.COM - Dalam kesibukan yang seringkali menguras waktu dan tenaga, menjalankan i’tikaf di bulan Ramadhan menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja.

I’tikaf, yang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW, adalah praktik berdiam diri di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amalan saleh.

Namun, bagaimana caranya bagi mereka yang masih memiliki tanggung jawab pekerjaan di luar?

Para ulama telah memberikan pandangan yang memudahkan umat Islam untuk tetap dapat menjalankan i’tikaf meskipun memiliki kesibukan kerja. Menurut mereka, i’tikaf tidak harus dilakukan secara penuh selama 10 hari terakhir Ramadhan.

BACA JUGA:Pemkab Mukomuko Bantu Pembangunan Masjid dengan Sumber Dana CSR Perusahaan, Berikut Daftar Penerimanya

Bagi pekerja, i’tikaf bisa dilakukan sesuai dengan waktu yang tersedia, misalnya setelah jam kerja atau pada akhir pekan. Inti dari i’tikaf adalah kualitas waktu yang dihabiskan untuk beribadah, bukan kuantitasnya.

Sebelum memulai i’tikaf, seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti beragama Islam, berakal, dan suci dari hadas besar. Niat i’tikaf juga harus diucapkan, baik secara lisan maupun dalam hati, sebagai penegasan tujuan ibadah ini.

Selama beri’tikaf, seorang pekerja dapat memanfaatkan waktu istirahat atau waktu sebelum dan sesudah bekerja untuk melakukan amalan-amalan seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, dan berdoa.

Jika memungkinkan, mengambil cuti kerja untuk beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan sangat dianjurkan, karena pada malam-malam tersebut terdapat malam Lailatul Qadar, yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan.

Bagi yang tidak bisa mengambil cuti, cobalah untuk beri’tikaf usai pulang kerja. Setelah membersihkan diri dan melaksanakan salat tarawih, seseorang bisa berdiam diri di masjid hingga waktu sahur. Setelah itu, mereka bisa kembali bekerja dengan hati yang lebih tenang dan fokus.

BACA JUGA:Penyebab Mata Panda dan Cara Mengatasinya

Dengan demikian, i’tikaf bisa menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, sekaligus menjadi momen introspeksi dan penenangan diri di tengah rutinitas kerja yang padat.

Mari kita manfaatkan bulan Ramadhan ini sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang paling baik sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.

Ulama juga menekankan bahwa i’tikaf adalah ibadah yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi setiap individu, sehingga setiap Muslim dapat berpartisipasi dalam ibadah ini tanpa merasa terbebani oleh tanggung jawab dunia.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: