Perputaran Uang, Mata Uang Digital, dan Inflasi di Indonesia

Perputaran Uang, Mata Uang Digital, dan Inflasi di Indonesia

Perputaran Uang, Mata Uang Digital, dan Inflasi di Indonesia--

Menurut kajian Bank Indonesia, penerbitan CBDC yang menurunkan perputaran uang sebesar 5% diperkirakan akan menaikkan tingkat PDB secara permanen sebesar 0.8% dan menurunkan laju inflasi sebesar 0.8%. 

BACA JUGA:Cara Memulai Bisnis Online dari Nol yang Menguntungkan

Suku bunga nominal dan riil juga lebih rendah secara permanen. Gegar perputaran uang adalah pendorong utama fluktuasi keseluruhan.

Namun, dampak CBDC terhadap perputaran uang dan inflasi tidak selalu pasti. 

Dampak tersebut bergantung pada berbagai faktor, seperti desain CBDC, perilaku masyarakat, dan kebijakan moneter. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menerbitkan CBDC, seperti kesiapan infrastruktur, regulasi, dan edukasi.

Selain CBDC, ada juga faktor lain yang dapat mempengaruhi perputaran uang dan inflasi, seperti pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, dan kondisi global. 

Menurut Kompasiana, inflasi yang tinggi dan fluktuatif merupakan salah satu bentuk ketidakstabilan ekonomi. 

Hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia bersifat negatif, artinya inflasi yang tinggi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

BACA JUGA:Bisa Ajukan Pinjaman Dari Rumah Kredit Serbaguna dan Kredit Mobil Lewat Livin' Mandiri

Salah satu penyebab inflasi di Indonesia adalah defisit anggaran pemerintah, yang berarti pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan. 

Defisit anggaran dapat menimbulkan utang pemerintah, yang dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar. 

Utang pemerintah juga dapat menaikkan suku bunga, yang dapat menurunkan investasi dan konsumsi.

Selain itu, inflasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi global, seperti harga minyak, nilai tukar, dan permintaan ekspor. 

Menurut detikcom, harga minyak yang naik dapat meningkatkan biaya produksi dan transportasi, yang dapat menaikkan harga barang dan jasa. 

Nilai tukar yang melemah dapat menurunkan daya beli masyarakat, yang dapat menaikkan harga barang impor. Permintaan ekspor yang menurun dapat menurunkan pendapatan negara, yang dapat menaikkan defisit anggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: