Fenomena tahun baru masehi dalam Islam Oleh: Adi Sucipto
Fenomena tahun baru masehi dalam Islam Oleh: Adi Sucipto--
RADARMUKOMUKO.COM - Tanggal 31 Desember, malamnya sering kali kita jumpai banyak orang merayakan tahun baru masehi. Beberapa diantara mereka mengucapkan _happy new year_ dan sejenisnya. Bahkan ada juga diantara mereka melampiaskan perayaan tahun baru itu dengan kegiatan amoral seperti; ada yang pacaran gila-gilaan, bahkan sampai berzina. Ada juga yang melakukan aktivitas-aktivitas yang sangat ditentang oleh Islam bahkan masuk ke ranah syirik seperti meramal nasib, bagaimana kondisi nasibnya di tahun depan dan sebagainya. Minum-minuman keras, termasuk arogan di jalanan, kebut-kebutan di jalanan, sehingga banyak menimbulkan korban kecelakaan. Ini pun jadi fenomena begadang, karena tidurnya larut malam sehingga shalat subuh pun tak dihiraukan.
Bagaimana sesungguhnya dalam Islam, ketika seorang muslim mengucapkan kalimat “selamat tahun baru” apalagi merayakan tahun baru itu?
BACA JUGA:Yang Merayakan Tahun Baru di Sumbar, Ini Prediksi Kondisi Cuaca Maritim Hingga Pagi Besok
Maka seorang muslim itu ketika ia berfikir, berbuat, bersikap dan berkata, ia terikat dengan hukum syariat. Dia ia tidak bisa sembarangan mengaturnya. Maka bagi orang Islam, tahun baru hanya ada satu yaitu tahun baru hijriah, 1 Muharram, hari rayanya juga ada dua, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Jadi, tidak perlu kita sebagai seorang muslim mengucapkan selamat tahun baru masehi apalagi merayakannya. Meskipun kita boleh-boleh saja menggunakan kalender masehi sebagai perkara administrasi dan tidak ada kaitannya dengan akidah. Jangan sampai tahun baru yang harusnya menjadi renungan bagi kita untuk menjadi bahan muhasabah diri kita, apakah tahun ini amal-amal kita akan lebih baik dari tahun sebelumnya?
Apakah amalan tahun depan lebih bagus dari amalan sekarang?
Dengan bergantinya hari, pekan, bulan apalagi tahun maka semakin bertambah umur kita, tapi juga akan terus berkurang jatah hidup kita di dunia.
Yahya bin Muadz berkata: Aku sungguh heran dengan orang yang sedih Ketika hartanya berkurang, namun tidak sedih ketika usianya berkurang.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a pun pernah memberikan nasihat: Merugilah mereka, siapa mereka? Yaitu orang yang hari ini amalannya sama dengan yang kemarin. Celakalah mereka, siapa mereka? Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Dan beruntunglah mereka, siapa mereka? Mereka adalah orang-orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Kemarin dia shalat, sekarang dia tidak lagi shalat. Dulu dia mengenakan jilbab, sekarang dia melepas jilbabnya, maka celakalah dia. Dan orang yang beruntung adalah mereka yang hari ini jauh lebih baik dari hari kemarin. Dari pada kita merayakannnya, mengucapkannya apalagi melakukan tindakan-tindakan murahan yang itu justru bertentangan dengan akidah, lebih baik kita isi dengan aktivitas menghisab diri, mengevaluasi diri, karena sesungguhnya kita pasti akan kembali.
Jadi sama sekali tidak ada istimewanya tahun baru masehi bagi kita umat Islam. Maka tidak perlu kira rayakan, baik itu dengan meniup terompet, karena tenyata meniup terompet adalah tradisi orang yahudi dalam menyambut tahun barunya. Termasuk menyalakan kembang api, api pun merupakan tradisi ibadah dari orang-orang Majusi.
Ingat pesan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal dan dalam hadits nya berbunyi : _“Man tasyabaha biqoumin fahuwa minhum”_ yang artinya : “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk di antara mereka.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: