Pejuang Perempuan Tionghoa Dalam Perang Geger Pacinan Melawan Pelawan Belanda Yang Terlupakan

Pejuang Perempuan Tionghoa Dalam Perang Geger Pacinan Melawan Pelawan Belanda Yang Terlupakan

Pejuang Perempuan Tionghoa Dalam Perang Geger Pacinan Melawan Pelawan Belanda Yang Terlupakan--

RADARMUKOMUKO.COM - Pada tahun 1740, terjadi huru-hara yang terkenal dengan nama Geger Pecinan, dimana terjadi pembantaian terhadap etnis Tionghoa oleh tentara VOC Belanda. 

Diceritakan bahwa Lia Beeng Goe dan Tang Peng Nio mengungsi ke arah Timur, hingga tiba di Kutowinangun atau Kebumen, Jawa Tengah dan bertemu dengan Kiai Honggoyudho yang mahir membuat senjata.

Ketika terjadi peperangan dan penyerbuan selama 16 tahun (1741-1757) oleh Pangeran Garendi, Tan Peng Nio dikabarkan ikut bergabung ke dalam 200 pasukan bentukan KRAT Kolopaking II, yang dikirimkan untuk membantu pasukan Pangeran Garendi. 

BACA JUGA:Cara Menukar Telkomsel Poin Dengan Pulsa dan Undian Terbaru, Hadiah Hp Hingga Mobil

BACA JUGA:Anggota DPRD Provinsi Fitri, SE Arahkan Program Dinas TPHP Provinsi Bantu Petani Mukomuko

Tan Peng Nio juga dikabarkan sempat menyamar menjadi seorang prajurit laki-laki. Peperangan kemudian berakhir dalam perundingan Giyanti, pada tanggal 13 Februari 1755.

Keberadaan Tan Peng Nio sebagai petempur perempuan memberi warna dalam historiografi Nusantara dan Jawa tentang hubungan antara masyarakat Jawa dan Tionghoa sebagai teman seperjuangan.

Sejarawan dari Pura Mangkunegara, KRMH Daradjadi Gondodiprodjo, yang menulis buku Geger Pacinan 1740 - 1743

Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC menjelaskan, Tan Peng Nio menjadi bagian dari pasukan Kapitan Sepanjang dan bertempur di garis depan dalam perang gerilya masa itu.

Para prajurit Tionghoa yang bergerak bersama para prajurit Mataram, sama-sama mengenakan busana hitam-hitam dan bergerak lincah dari satu mandala pertempuran ke wilayah lainnya membuat pihak kompeni Belanda berikut pasukan-pasukan bantuan yang didatangkan, terutama dari Sumenep, Madura, kewalahan.

Kisah tentang prajurit perempuan dan kepiawaian mereka dalam berperang diabadikan dalam beragam tari Bedhaya di Surakarta dan Yogyakarta.

BACA JUGA:Tips Menggoreng Singkong Agar Empuk dan Merekah, Disantap Bersama Segelas Kopi Bikin Tamu Betah

BACA JUGA:Masakan Kampung Rasa Kota Disukai Semua Golongan, Godok Pisang dari Tepung Beras, Ini Cara Membuatnya

Sebagai contoh tarian Retno Tinandhing, diilhami olah gerak prajurit perempuan Jawa, masih ditampilkan di Keraton Surakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: