Dicintai Banyak Pangeran, Putri Mandalika Terjun ke Laut Agar Tidak Terjadi Pertumpahan Darah

Dicintai Banyak Pangeran, Putri Mandalika Terjun ke Laut Agar Tidak Terjadi Pertumpahan Darah

Dicintai Banyak Pangeran, Putri Mandalika Terjun ke Laut Agar Tidak Terjadi Pertumpahan Darah--

RADARMUKOMUKO.COM - Dalam masyarakat Lombuk, Nusa Tenggara Barat, punya tradisi bau nyale yang memiliki nilai sakral, terutama bagi suku sasak.

Melansir dari berbagai sumber, salah satunya wikipedia, Bau Nyale berupa sebuah pesta atau upacara. Bau berasal dari Bahasa Sasak yang berarti menangkap. Kata Nyale berarti cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang dibawah permukaan laut.

Bau Nyale terdiri dari 2 suku kata yakni bau, dalam bahasa Indonesia yang artinya menangkap, dan nyale yang berarti cacing lalu yang termasuk cacing bersekat terutama dari jenis Palola viridis.

Tradisi Bau Nyale diselenggarakan Februari dan Maret, di Pantai Seger, Kuta, dibagian selatan Pulau Lombok.

Siapa sangka tradisi ini berasal dari sebuah legenda rakyat setempat, yaitu seorang Putri bernama Putri Mandalika, yang dikenal cantik jelita. Ia dikatakan menjelma menjadi cacing nyale dan muncul sekali dalam setahun di Pantai Lombok. 

BACA JUGA:Soto, Makanan Khas Indonesia yang Beragam dan Bersejarah

BACA JUGA:Mengenal Jambi, Provinsi yang Namanya Terinspirasi dari Kerajaan Melayu dan Sungai

Ceritanya, Putri Mandalika dahulu diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok.

Putri Mandalika adalah anak seorang Raja, sebagai putri mahkota, ia memiliki wajah yang cantik, mata indah, rambut panjangnya hingga setiap orang yang melihatnya jatuh cinta. Sang putri juga memiliki sifat lembut, baik, sopan serta ramah pada semua orang. 

Banyak pangeran dari berbagai kerajaan datang ingin mempersuntingnya sebagai istri. Sang raja menyerahkan keputusan memilih kepada putrinya untuk menentukan pilihan.

Puri jadi serba sala, jika memilih salah satu maka akan ada yang sakit hati, sementara ia tidak ingin membuat orang sedih karena lamarannya ditolak.

Mau tidak mau sang raja akhirnya turun tangan, ia mengadakan kompetisi di Pantai Seger atau sekarang dikenal dengan Pantai Kuta, Lombok. Raja meminta semua pangeran untuk mengambil bagian dalam kompetisi memanah. 

Peraturannya sederhana saja, siapa pun yang mampu memanah sasaran dengan sempurna, ia bisa menjadi suami dari putrinya yang cantik.

Para peserta pun satu per satu mencoba menjadi yang terbaik. Setiap orang ingin menjadi pemenang. Setelah beberapa kali perlombaan, tidak ada pemenang. Karena tidak ada seorang pun yang menjadi pemenang, maka mereka mulai berdebat. Mereka mengaku sebagai yang terbaik.

Akhirnya, mereka semua berkelahi, bisa pertempuran menjadi lebih besar, karena semua pangeran membawa prajurit mereka dalam kompetisi memanah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: