Keromantisan Jendral Sudirman, Pun di Tengah Perang Tak Lupa Bawa Bedak Hingga Lisptik Istri

Keromantisan Jendral Sudirman, Pun di Tengah Perang Tak Lupa Bawa Bedak Hingga Lisptik Istri

Keromantisan Jendral Sudirman, Pun di Tengah Perang Tak Lupa Bawa Bedak Hingga Lisptik Istri--

Bukan itu saja Soedirman juga kerap berkunjung ke rumah Sastroatmodjo, orang tua Alfiah.

Kedatangannya berkedok koordinasi internal Muhammadiyah. Soedirman memang termasuk dalam kepengurusan Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah. Orang tua Alfiah adalah pengurus Muhammadiyah.

Dari kebiasaan itulah, teman-temannya mulai menyadari jika Soedirman menaruh hati pada Alfiah. Sejak itu, tak ada laki-laki yang berani mendekati Alfiah.

BACA JUGA:Kisah Jenderal Timur Pane 'Naga Bonar' Komandan Penggempur Raja Terbang Melawan Penjajah

BACA JUGA:Pulau Banda Paling Lama Dijajah 320 Tahun, Demi Pala Belanda Habisi Penduduknya dan Dijadikan Budak

Kisah cinta Soedirman tak berjalan mulus pada awalnya. Cintanya kepada Alfiah tak mendapat restu oleh keluarga Afifah.

Bukan dari orangtua kembang desa itu, melainkan oleh paman Alfiah bernama Haji Mukmin, saudagar pemilik hotel.

Mukmin menginginkan agar keponakannya itu mendapatkan suami dari kalangan orang kaya. Sementara Soedirman hanya anak ajudan wedana yang bergaji kecil.

Namun, cinta ibu kepada anak mengalahkan segalanya. Ibunda Soedirman kemudian menyiapkan semua ongkos pernikahan agar anaknya tak disepelekan keluarga Alfiah.

Sikap Haji Mukmin berubah setelah Soedirman diangkat menjadi Panglima Besar oleh Presiden Sukarno.

Melansir dari berbagai sumber, salah satunya nu.or.id, hal menarik adalah kata-kata Soedirman saat meminang sang istri. 

“Beribu maaf, Bapak Haji. Maksud kedatangan saya pagi ini hendak meminta kemurahan hati Bapak, agar Alfiah, putri Bapak, boleh saya jadikan teman hidup yang akan saya rawat sebaik-baiknya hingga kelak hari tua.” Kata-kata itu keluar dari mulut Soedirman ketika melamar Alfiah.

Seperti itulah diantara bentuk keromantisan sang jenral.

Akhir kebersamaan dan perjuangannya, melansir dari liputan6.com, seolah-olah mendapat firasat hari kematiannya segera tiba, pada 18 Januari 1950, Soedirman meminta sejumlah petinggi tentara menemuinya di Badakan. Esok harinya, ia memanggil istri dan tujuh anaknya.

Dia memberi wejangan kepada istri dan anak-anaknya. Sesekali, Soedirman juga mengajak mereka bergurau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: