Kisah 6 Wanita Minangkabau dan Hari Polwan 1 September, Kaum Emak-Emak Tak Mau Diperiksa Polisi Pria

Kisah 6 Wanita Minangkabau dan Hari Polwan 1 September, Kaum Emak-Emak Tak Mau Diperiksa Polisi Pria

Kisah 6 Wanita Minangkabau dan Hari Polwan 1 September, Mak-Mak Tak Mau Diperiksa Polisi Pria--

RADARMUKOMUKO.COM - Penetapan 1 September sebagai hari polisi wanita (Polwan) yang diperingati setiap tahun adalah mengambil tanggal pertama 6 Polwan menjalani pendidikan pada 1 September 1948.

Pada awalnya Polisi Republik Indonesia hanya teridir dari laki-laki. Pada 1948 perdana dibukanya seleksi polisi wanita yang hasilnya menetapkan 6 wanita dari ranah minang sebagai Polisii Wanita (Polwan) pertama.

Adapun 6 Polwan tersebut yaitu, Dahniar Sukotjo, Mariana Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Djasmainar Husein dan Rosnalia Taher.

Pengangkatan Polwan salah satunya mengantisipasi penyusupan atau pelaku kriminal yang masuk ke wilayah-wilayah yang dikuasai republik, semua pengungsi harus melalui pemeriksaan bahkan penggeledahan. 

Pada saat itu banyak kaum wanita menolak digeledah oleh polisi laki-laki.

BACA JUGA:Pinjol di Livin’ by Mandiri Ternyata Bisa Hingga Rp 500.000.000 Juta Hanya Dari Rumah, Ini Ketentuannya

BACA JUGA:Pinjol Resmi dan Pinjol Yang Bisa Bikin Bermasalah, Pahami Cirinya Sebelum Menjadi Korban

Hingga pihak kepolisian saat itu sangat membutuhkan polisi wanita untuk menangani pemeriksaan, termasuk pada korban, saksi, atau tersangka wanita, terutama pada pemeriksaan fisik. 

Untuk mengatasi kesulitan tersebut, organisasi wanita di Bukittinggi mengusulkan mengikutsertakan wanita dalam pendidikan kepolisian. 

Akhirnya Pemerintah Indonesia menginstruksikan Sekolah Polisi Negara di Bukittinggi untuk membuka pendidikan inspektur polisi bagi kaum perempuan.

Setelah melalui seleksi yang ketat, maka terpilihlah enam orang yang semuanya merupakan perempuan Minangkabau, dan resmi menjalani pendidikan sejak 1 September 1948.

Belum lama enam Polwan ini menjalankan pendidikan, karena situasi Indonesia pada saat itu belum stabil. Pada tanggal 19 Desember 1948 pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi ditutup karena agresi militer Belanda II.

Pada tanggal 19 Juli 1950, setelah diakuinya kedaulatan Indonesia, keenam polisi wanita tersebut kembali dipanggil untuk kembali melanjutkan pelatihan mereka di SPN Sukabumi. Selama menjalani pendidikan kepolisian, mereka belajar tentang ilmu sosial dan pendidikan.

Selain itu, mereka juga mempelajari bermacam-macam ilmu bela diri seperti anggar, jiu jitsu, judo, dan pendidikan militer lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: