Siti Manggopoh, Sosok Pejuang Perempuan Yang Terlupakan Pernah Tewaskan 53 Serdadu Belanda

Siti Manggopoh, Sosok Pejuang Perempuan Yang Terlupakan Pernah Tewaskan 53 Serdadu Belanda

Siti Manggopoh, Sosok Pejuang Perempuan Yang Terlupakan Pernah Tewaskan 53 Serdadu Belanda--

RADARMUKOMUKO.COM - Namanya tidak setenar beberapa pahlawan perempuan nasional lainnya, namun kiprap Siti Manggopoh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dianggap remeh.

Siti Manggopoh sosok perempuan yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). 

Hingga ia angkat senjata di medan perang, lewat siasat jitunya, mampu menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng pada masa itu.

BACA JUGA:Martha Christina Tiahahu Pahlawan Wanita dari Maluku, Anak Piatu Besar di Medan Tempur

Siti Manggopoh berasal dari ari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat. Ia lahir 1 Mei 1880 dan meninggal 22 Agustus 1965. 

Melansir dari berbagai sumber sejarah tentangnya, peraturan belasting oleh Belanda dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau, karena tanah adalah kepunyaan kaum di Minangkabau. Hingga akhirnya pada tanggal 16 Juni 1908 melakukan perlawanan, Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini.

Ujung-ujungnya Belanda meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh. Perang ini kemudian dinamai Perang Belasting.

Sebagai perempuan, Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari informasi tentang kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka.

BACA JUGA:Lima Pahlawan Cantik Asal Aceh Yang Angkat Senjata Melawan Belanda

Sebelum mengobarkan pertempuran, Siti bersama sang suami, Rasyid Bagindo, berhasil menghimpun kekuatan-kekuatan pascaterjadinya Perang Kamang beberapa waktu sebelumnya. Ia melancarkan serangkaian serangan dari dalam hutan dengan cara mengendap masuk ke area pertahanan benteng Belanda.

Hanya berbekal senjata parang, keris, ruduih dan ladiang (sejenis golok), dengan tekad bulat, Siti memulai serangan di malam hari. “Setapak takkan mundur, selangkah takkan kembali”, begitulah motto hidupnya. 

Sebelum menyerang, Siti mengintai kondisi benteng dengan cara menggendong bayinya. Hal ini dilakukan, agar Belanda tidak menaruh curiga. Kemudian, ia berhasil mendapatkan catatan mengenai kekuatan Belanda secara lengkap.

BACA JUGA:Sosok-sosok Pahlawan yang Berjasa dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia yang Jarang Dikenal

Sang suami, Rasyid Bagindo, bertugas berjaga di luar benteng ketika terjadi penyerangan. Untuk mempersiapkan perlawanan kedua, saat pasukan Siti menggempur pertahanan Belanda di dalam benteng. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: