Pencuri Rotan Ancaman Baru Terhadap HPT
AIR MANJUTO – Masalah yang terjadi dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Manjuto wilayah kerja PT. Sipef Biodiversity Indonesia (SBI) datang silih berganti. Disaat perambahan mulai hilang, ilegal logging berkurang, muncul perburuan satwa liar dilindungi. Masalah perburuan liar belum teratasi datang lagi masalah baru, yakni dugaan pencurian rotan. Dugaan pencurian rotan dalam wilayah kerja PT. Sipef mulai terendus sejak awal bulan ini. Lokasi pencurian wilayah perbatasan antara HPT wilayah Bengkulu dengan Sumatera Barat (Sumbar). Sasarannya rotan jenis manau ((Calamus manan Miq). Rotan jenis ini banyak digunakan untuk kerajinan tangan, terutama meja dan kursi. Jika tidak segera diatasi, hal ini menjadi ancaman tersendiri terhadap HPT. Hal ini dibenarkan oleh Asisten Koordinator Office PT. Sipef, Rudiyanto, S.Hut, Jumat (17/7).
Ditemui di kantornya, Desa Tirta Makmur, Kecamatan Air Manjuto, Rudi menjelaskan, informasi adanya pencurian rotan di wilayah kerja sudah ada sejak awal Juli ini. Dugaan sementara, pelaku berasal dari wilayah Sumbar. Alasannya, selama ini tidak ada pengepul rotan jenis ini di Kabupaten Mukomuko. Alasan lain, lokasi pencurian berada di wilayah perbatasan, di mana wilayah ini kerap terjadi ilegal logging. Rudi menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti informasi dengan serius. Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi masalah serius dikemudian hari.
‘’Kami selalu memantau setiap perkembangan yang ada di wilayah kerja. Sekecil apapun kejadian dan informasi akan tanggapi dengan serius,’’ ungkap Rudi didampingi Badar.
Rudi menambahkan, pada dasarnya rotan adalah bukan barang yang haram untuk digunakan. Secara gelobal, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rotan terbesar di dunia. Tinggal lagi bagaimana cara mendapatkan rotan tersebut. Jika rotan tersebut merupakan hasil budidaya atau didapat dari hutan yang tidak dilindungi, maka tidak ada masalah. Akan jadi masalah jika rotan didapat dengan cara mencuri dalam kawasan hutan yang dilindungi. Rudi menggambarkan, babi bukan binatang yang dilindungi, akan tetapi berburu babi dalam kawasan hutan dilindungi adalah pelanggaran.
‘’Jangankan mengambil hasil hutan, masuk HPT atau hutan lindung tanpa izin sudah melanggar,’’ tambah Rudi.
Badar menimpali, perambahan HPT di wilayah kerja PT. Sipef tidak ada lagi. Jika ada warga bekerja dan mengolah HPT di wilayah ini, mereka adalah mitra kerja yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH). Ia juga menyampaikan, pencurian kayu masih ada meskipun kapasitasnya kecil. Perburuan liar menggunakan senjata masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang perlu diselesaikan.
‘’Perburuan liar ini belum bisa kami atasi, dulu mereka memasang jerat, sekarang membawa senjata. Ini tidak boleh dibiarkan,’’ tegas Badar.
Masih Badar, modus operandi penjahat hutan ini biasanya berkesinambungan. Jika merada aman pada tahap pertama, maka akan berlanjut dengan kapasitas yang lebih besar. Waktu yang sering dimanfaatkan adalah menjelang hari besar nasional, misalnya menjelang hari raya Idul Fitri. Di mana pada waktu ini banyak karyawan perusahaan dan pegawai yang cuti.
‘’Awalnya mereka ini semacam survei, ambil sedikit sambil melihat dan membaca situasi. Ketika kita lengah, mereka masuk,’’ tambah Badar.(dul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: