RADARMUKOMUKO.COM - Di balik hutan-hutan Sulawesi Selatan, terdapat suku yang unik dengan tradisi yang telah berlangsung turun-temurun, Suku Kajang.
Masyarakat ini dikenal dengan sebutan ‘Orang Ammatoa’, yang berarti ‘orang yang hidup selaras dengan alam’. Mereka percaya bahwa manusia adalah bagian dari alam dan harus hidup dalam keseimbangan dengan lingkungan.
Suku Kajang memegang teguh adat dan tradisi yang disebut ‘Pasang’. Pasang adalah serangkaian aturan yang mengatur hubungan antara manusia, alam, dan semesta.
Mereka menggunakan pakaian tradisional berwarna hitam yang melambangkan kesederhanaan dan penolakan terhadap pengaruh luar yang dapat mengganggu keseimbangan hidup mereka.
BACA JUGA:Catat! Inilah 3 Resep Kornet yang Super Lezat dan Praktis Membuatnya
BACA JUGA:Pasutri Diduga Dibegal di Kampung Sekda Mukomuko, Hingga Rugi Rp 4,5 Jutaan
Masyarakat Kajang hidup dari bertani dan berburu, dengan metode yang lestari dan tidak merusak alam. Mereka juga memiliki sistem pendidikan sendiri yang mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai adat dan pentingnya menjaga alam.
Namun, seperti banyak suku adat lainnya, Suku Kajang juga menghadapi tantangan modernisasi. Pembukaan lahan untuk pertanian komersial dan pertambangan mengancam hutan dan sumber daya alam yang menjadi dasar kehidupan mereka.
Meskipun demikian, Suku Kajang tetap berusaha mempertahankan identitas dan cara hidup mereka.
Kisah Suku Kajang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keberlanjutan dan kearifan lokal.
Mereka menunjukkan bahwa ada cara hidup yang berbeda, yang mungkin tidak sejalan dengan definisi kemajuan yang umum, namun kaya akan nilai dan harmoni dengan alam. Suku Kajang adalah contoh nyata bahwa keberadaan manusia dan alam tidak harus berada dalam konflik, melainkan dapat saling mendukung untuk keberlangsungan hidup yang berkelanjutan.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, Suku Kajang sangat menghormati alam. Mereka tidak menebang pohon secara sembarangan dan selalu memastikan bahwa sumber daya alam digunakan dengan bijak.
Ritual adat mereka sering kali berkaitan dengan penghormatan terhadap alam, seperti upacara syukur setelah panen atau perburuan yang berhasil.
BACA JUGA:Produk ‘Marjan’ Menjadi Sirup Andalan di Bulan Puasa dan Lebaran, Simak Sejarahnya
BACA JUGA:Salah Beli Ukuran Baju Mulu? Tips Cara Mengetahui Ukuran Baju Kamu dari Berat hingga Tinggi Badan