Kata Roki Gerung, Penggusuran Tanah Adat di Lokasi IKN Sekarang Mirip Kolonial Masa Lalu

Senin 25-03-2024,12:00 WIB
Reporter : Anwar
Editor : Ahmad Kartubi

RADARMUKOMUKO.COM - Ketika langit senja mulai memerah di atas tanah Kalimantan, bukan hanya matahari yang tenggelam, tetapi juga harapan dari ribuan jiwa yang tergusur oleh bayang-bayang pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). 

Di tengah gemuruh doa dan harapan di bulan Ramadhan, ironisnya, warga lokal justru harus menghadapi kenyataan pahit: penggusuran yang mendadak dan paksa.

Penggusuran ini bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan juga penghapusan identitas dan sejarah yang telah lama melekat pada tanah adat. 

Warga setempat, yang mayoritas adalah masyarakat adat, merasa bahwa mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga kehilangan bagian dari diri mereka yang tak tergantikan.

Rocky Gerung, seorang pengamat politik yang vokal, mengecam tindakan ini sebagai bentuk penindasan yang tidak berperikemanusiaan. 

Menurutnya, tindakan penggusuran yang dilakukan oleh otoritas IKN mirip dengan praktik-praktik kolonial masa lalu, di mana rakyat dipaksa untuk menyerahkan tanah dan hak-hak mereka kepada penguasa atau investor asing.

BACA JUGA:Mengangkat Genre Sci-Fi, Inilah Sinopsis Film FOXTROT SIX Indonesia

BACA JUGA:Safari Ramadhan di Desa Air Buluh, Bupati Mukomuko Salurkan Dana CSR dan Santunan Yatim Piatu

Bank Tanah, yang seharusnya menjadi lembaga yang membantu pencatatan dan pengelolaan tanah, kini dituduh telah menjadi alat bagi pemerintah untuk memfasilitasi pengambilalihan tanah dari warga adat. 

Gerung menyoroti bahwa konsep hukum adat yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat lokal, kini tampaknya digunakan sebagai alat untuk membenarkan tindakan penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah dan investor.

Suara-suara protes dan penolakan terhadap pembangunan IKN pun semakin keras terdengar. Masyarakat adat dan pemimpin suku Dayak menuntut agar hak-hak mereka diakui dan dihormati. 

Mereka menolak keberadaan IKN yang dinilai hanya akan menguntungkan segelintir orang, sementara masyarakat adat yang telah lama hidup di sana justru terpinggirkan.

BACA JUGA:Usai Umumkan Mengidap Kanker, Pangeran William dan Kate Middleton Mengaku ‘Kejutan Besar’

BACA JUGA:Bupati Mukomuko Beserta Rombongan Safari Ramadhan di Desa Air Buluh

Kisah ini adalah cerminan dari konflik yang sering terjadi di banyak tempat di Indonesia, di mana pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek besar sering kali bertentangan dengan hak-hak masyarakat adat. 

Kategori :