RADARMUKOMUKO.COM - Ketupat, si anyaman daun kelapa yang menyimpan beras, bukan hanya sekedar hidangan yang menggugah selera.
Di Indonesia, ketupat telah menjadi ikon yang merepresentasikan nilai-nilai kebersamaan dan spiritualitas dalam perayaan Idul Fitri.
Tapi, pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa tradisi ini begitu erat kaitannya dengan Lebaran?
Kisah ketupat bermula dari upaya para Wali Songo dalam menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.
BACA JUGA:4 Pejabat Eselon II Mukomuko Perempuan, Terbanyak Dalam Sejarah Mukomuko
BACA JUGA:Ketakutan Pegawai Membuat RSUD Mukomuko Semakin Terpuruk dan Akan Ditinggalkan
Mereka menggunakan pendekatan yang unik, menggabungkan ajaran agama dengan budaya lokal, sehingga muncullah ketupat sebagai simbol maaf dan kesucian.
Ketupat menjadi metafora dari hati yang dibersihkan, layaknya beras yang dibungkus rapi, siap untuk disajikan sebagai sajian istimewa.
Di setiap sudut negeri ini, ketupat disajikan dengan berbagai lauk pauk, menciptakan harmoni rasa yang khas.
Namun, lebih dari itu, ketupat mengajarkan kita tentang pentingnya memulai kembali dengan hati yang bersih. Seperti beras yang telah dikukus, kita diajak untuk ‘menyucikan’ diri dari segala dendam dan kesalahan, menyambut hari yang fitri dengan penuh harapan baru.
Lebaran adalah momen dimana kita saling berbagi, tidak hanya ketupat, tapi juga senyum dan tawa.
BACA JUGA:Panduan Praktis Qadha Puasa dan Membayar Fidyah, Bagi Yang Berhalangan Seperti Disini
Ketupat menjadi saksi bisu atas tali silaturahmi yang terjalin, mengingatkan kita bahwa di balik simpul-simpulnya terdapat ikatan yang kuat antar sesama.
Oleh karena itu, ketupat tidak hanya sekedar makanan, melainkan juga simbol dari kehangatan dan kedamaian yang kita rindukan di hari yang spesial ini.