Sjahrir numpang di rumah Salomon Tas dan Maria, termasuk dua orang anak dari Tas dan Maria. Mereka penggemar sastra, musik dan film. Berjalan waktu hubungan Maria dan Sjarir semakin dekat. Apalagi Tas terlalu sibuk berpolitik dan tidak mempunyai banyak waktu untuk istri dan anak-anaknya.
Walau sudah bersuami dan punya anak, Maria kala itu masih sangat cantik, setiap lelaku yang melihatnya pasti tertarik, termasuk Sultan Sjarir.
Saat hubungan Syahrir dengan Maria Johanna Duchateau tengah akrab dan dekat. Tambah lagi Maria dan suaminya Salmon Tas sedang mengalami masa suram pernikahan.
Syahrir harus angkat kaki dari Belanda setelah dipecat dari PI. Penyebabnya beberapa mahasiswa anggota PI menganggap syaahrir dan Hatta tidak solidaritas kepada Sukarno yang saat itu sedang mendekaam di penjara sukamiskin.
Ternyata sepergian Syahrir dari Belanda, Maria dan suaminya Salomon Tas bercerai secara resmi di pengadilan Belanda.
Maria pun bersurat ke Sjahrir, ia menyusul ke Indonesia atau Hindia Belanda.
BACA JUGA:Pejuang Yang Hampir Terlupakan, Kusno Wibowo Yang Merobek-robek Bendera Belanda di Hotel Yamato
BACA JUGA:Tan Malaka Pejuang Kontroversi Dihukum Mati Belanda, Siapa Sebenarnya Sosok Tan Malaka?
Pada April 1932, pasangan kekasih yang tengah dilanda rasa rindu mendalam itu akhirnya bertemu. Masih pada bulan itu, tanggal 10, Mieske panggilan sayang Sutan Sjahrir kepada Maria –dan Sidi –panggilan sayang Maria kepada Sjahrir—menikah di sebuah masjid di Medan.
Sementara Maria sendiri merupakan nonmuslim sehingga gunjingan serta desas-desus mengenai hubungan mereka pun ramai diperbincangkan.
Maria dan Sjahrir hanya bisa mengecap manisnya hidup berumah tangga tak lebih dari 5 minggu. Maria yang sehari-hari senang menggunakan kebaya dan kain mengundang perhatian orang Belanda. Apalagi dia yang berkulit putih menikah dengan orang pribumi di masjid.
Lima minggu setelah menikah, Maria terpaksa diasingkan ke negara asalnya, Belanda. Hal tersebut merupakan hukuman karena masih dianggap belum resmi bercerai dengan Sal Tas.
Soetomo & Everdina Bruring
Pendiri organisasi Boedi Oetomo ini mempersunting janda bernama Everdina Bruring yang bekerja sebagai suster tersebut di Blora pada tahun 1917.
Soetomo beragama Islam, maka Everdina penganut Kristen. Kendati Everdina seorang Belanda, tapi ia tidak menghalangi Soetomo dalam melawan politik kolonial Belanda.
Akan tetapi, dalam pernikahannya, terdapat beberapa rintangan, salah satunya sang kakak dari Everdina yang tidak setuju.