RADARMUKOMUKO.COM - Salah satu ulama yang berperan melawan penjajah adalah Kiai Muhammad Moenasir Ali. Kiai Moenasir memberikan andil besar dalam mengusir penjajah dari ibu pertiwi. Ia bergabung hingga melatih dalam kelompok militer didikan Nahdlatul Ulama.
Dirangkum dari berbagai kisah, sejak lulus pesantren, ia mengangkat senjata hingga menjadi Komandan Batalyon (Danyon) Condromowo dan dikenal dengan ahli perang gerilya.
Kiai Moenasir juga dikenal sakti, yaitu memiliki ilmu Condromowo, maka ia dipercaya menjadi komandan batalyon yang diberi nama Condomowo. Condro artinya mata, mowo artinya bara api.
Disebutkan, ia dapat menghilang, tidak terlihat oleh musuh bersama pasukannya.
BACA JUGA:Cinta Untung Suropati, Antara Budak dan Gadis Belanda, Berujung Penjara dan Dipisahkan
BACA JUGA:Berikut Bahasa Portugis Bahasa Penjajah Yang Masih Eksis di Indonesia Termasuk Nama Bengkulu
Kisahnya pernah suatu malam, Kiai Moenasir dan pasukannya turun dari Pacet untuk menyerang tentara kolonial Belanda yang bermarkas di utara Alun-alun Kota Mojokerto. Sebab, ia menerima informasi penjagaan pasukan penjajah sedang renggang.
Saat sampai di Jembatan Brangkal yang sekarang menjadi jalan nasional Surabaya-Madiun, Moenasir dan pasukannya berpapasan dengan patroli tentara Belanda bersenjata lengkap dan panser.
Karena mendadak, beliau tidak bisa lari, kalau lari akan terlihat oleh musuh. Beliau menyuruh anak buahnya pegangan berantai ke pundaknya. Saat Belanda lewat, beliau dan pasukannya tak terlihat. Padahal posisi mereka di atas jembatan.
Selain tak terlihat, ilmu Condromowo yang dimiliki Kiai Moenasir konon juga bisa membuat nyali musuh ciut hanya dengan menatap matanya.
Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq menuturkan, Batalyon 39 Moenasir hampir musnah karena dibombardir pasukan kolonial Belanda. Kiai Moenasir mampu meloloskan diri dari kepungan serdadu penjajah di Dlanggu, Kabupaten Mojokerto pada 12 Februari 1949.
BACA JUGA:Berikut Bahasa Portugis Bahasa Penjajah Yang Masih Eksis di Indonesia Termasuk Nama Bengkulu
BACA JUGA:Cara Unik dan Berbeda Orang Tua di Papua Mendidik Anak Laki-Laki di Zaman Penjajah
Sehingga Mayor Moenasir kembali ke Jombang untuk menyusun kekuatan. Ia merekrut para santri Tebuireng dan sekitarnya agar pasukannya kembali menjadi sebuah batalyon.
Ada banyak perjuangan dan peristiwa penting dalam perjuangan yang melibat Mayor Moenasir. Seperti terlibat mengambil alih markas tentara Jepang di timur Alun-alun Kota Mojokerto. Ia lantas memobilisasi para pemuda untuk berjihad ke Surabaya untuk menghalau tentara sekutu pada November 1945.