RADARMUKOMUKO.COM - Sejak dulu Tembakau Tanah Deli Sumatera Utara sangat terkenal dan menjadi kebanggaan masyarakatnya. Begitu melekatnya Tembakau Deli bagi masyarakat Deli kemudian dijadikan simbol-simbol publik.
Melansir pemkomedan.go.id, Satu dari banyak simbol publik itu yang sampai kini masih ada yakni klub sepakbola Persatuan Sepakbola Medan Sekitaranya (PSMS) yang berlambang daun tembakau.
Bukan saja lambang klub PSMS Medan memiliki lambang daun tembakau, Universitas Sumatra Utara (USU) menggunakan daun tembakau sebagai lambang universitas yang awal berdiri dalam bentuk Yayasan Universitet Sumatera Utara pada 4 Juni 1952.
Kini di Kota Medan ada rumah sakit menggunakan tembakau sebagai bagian dari lambangnya, nama rumah sakit itu Rumah Sakit Tembakau Deli yang usianya lebih dari satu abad dibangun Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha perkebunan tembakau di Sumatra yang membawahi sekitar 75 da erah perkebunan di Sumatera Timur terintegrasi dengan perusahaan Deli Maastchappij.
BACA JUGA:Jual Beli Budak Pribumi Menjadi Bisnis Menggiurkan Era Belanda, Harga Budak Bali Mahal Karena Ini
BACA JUGA:Kisah Alexander Hare, Petualang Yang Gemar Koleksi Budak Wanita, Hingga 200 Gadis Dijadikan Gundik
Daun Tembakau juga menjadi lambang Pemerintah Provin- si Sumatra Utara.
Perkebunan Tembakau Sumatera Timur 1865 - 1891 melambung namanya ketika seorang Belanda, Jacob Nienhuys, pada tahun 1865 mampu menjual 189 bal daun tembakau dengan mudah di Eropa dengan harga yang tinggi dan kualitas yang baik.
Belanda menanam tembakau di Sumatera Timur dengan Badan Usaha Dagang Belanda (Nederlandshe Han- del Maatschappij) milik Raja Willem I menanam saham pada perkebunan Nienhuis tahun 1869. Akibatnya, perkembangan perkebunan di Sumatera Timur membutuhkan tenaga kerja karena daerah tidak mampu menyediakannya sehingga didatangkan dari luar Sumatera Timur yakni pekerja dari Cina dan Jawa.
Terjadi peraturan kontrak kerja yang dikenal dengan Koeli Ordonantie dan Poenalie Sanctie. Wilayah Sumatera Timur masuk dalam wilayah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda setelah ditandatanginya perjanjian antara Sultan Siak dan Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Februari 1858 yang dikenal dengan Traktat Siak.
Akhirnya lahan hutan di Deli dibuka untuk perkebunan. Bukan saja di Deli tetapi juga ke daerah Serdang, Langkat, Simalungun dan Asahan. Kondisi daerah Sumatera Timur yang merupakan hutan belantara berubah menjadi perkebunan dan penghasil komoditi tembakau yang diekspor.
Namun ada sejarah kelam dibalik harumnya TembakauTanah Deli dimasa lampau. Dalam ceritanya perdagangan budak masa kolonial terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera Utara. Belanda terlibat perdagangan manusia untuk tenaga kerja perkebunan dengan istilah kuli kontrak.
Selain itu ekspoitasi anak dibawah umur, pelecehan hingga porstitusi mewarnai pembangunan perkenunana tersebut.
Melansir dari historibersama.com, Perlakuan perusahaan perkebunan Belanda terhadap kuli tidak lebih dari perbudakan. Rasisme adalah lazim, orang kulit putih adalah sang tuan dan penguasa mutlak.
Sebuah surat tertanggal 28 Oktober 1876 oleh Frans Carl Valck, Asisten Residen di Sumatera Timur mencatat: