Pribumi Dianggap Kasta Rendah Era Belanda, Laki-Laki Jadi Djongos dan Wanita Jadi Babu Hingga Gundik

Senin 25-09-2023,15:18 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

Dari sini, jasa penyalur Gundik menjadi semacam kedok dalam melakukan tindak kejahatan terhadap perempuan pribumi di Batavia.

Hingga terjadi penculikan, pemerkosaan, dan penjualan perempuan dengan iming-iming disalurkan menjadi nyai dan mendapat gaji dan belanja tiap bulannya.

Tak dipungkiri juga banyaknya keluarga pribumi yang bersedia menjual anak gadisnya kepada para bujangan Eropa demi mendapatkan imbalan materi. Pekerjaan sebagai babu bagi seorang perempuan pribumi merupakan harapan sebagai suatu jalan untuk memperoleh tingkat kehidupan yang lebih tinggi.

Hal ini dikarenakan seorang babu kerap dimanfaatkan juga untuk melayani kebutuhan seksual tuan Eropa-nya.

Djoko Soekiman, dalam bukunya Kebudayaan Indis (2011) menjelaskan, pada tahun 1831, rumah tangga Mayor Jantje memerlukan 320 orang budak. 30 orang di antara mereka bertugas sebagai pemain musik yang serba bisa.

''Disamping itu, ada empat penari ronggeng, dua pemain gambang, dan 2 penari topeng. Bahkan orang China juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan sandiwara China yang berkembang pesat pada masa itu. Biasanya budak-budak yang pandai menari, dan menyanyi dihargai tinggi,'' kata Djoko Soekiman.

BACA JUGA:Kisah Kelam Wanita Era Belanda, Menjadi Babu, Jika Cantik Dijadikan Gundik, Habis Manis Sempah Dibuang

BACA JUGA:Kecantikan Nyai Dasima Yang Rela Menjadi Gundik Hingga Cinta Segi Tiga Membawa Maut

Mayor Jantje juga memiliki budak untuk mengurus kandang kuda. Jumlahnya 24 orang. Di samping itu, Mayor Jantje juga mempekerjakan banyak budak untuk mengurus kebun. 

Ada 5 orang di taman melati, sembilan di kebun sayur, serta delapan tukang potong rumput.

Lainnya, ada pengawas selokan, pengawas sarang burung walet, pengangkut pedati, serta 117 babu di dalam rumah. Pekerjaan mereka adalah mencuci, menyapu, mengepel, memasak, atau menjadi pengasuh anak.

Melansir dari tirto.id, Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2016) mencatat seorang anggota Dewan Hindia bernama Reinier de Klerk bahkan pernah kumpul kebo dengan seorang budak. 

Begitu juga Leendert Miero si Yahudi kaya, pemilik rumah besar yang menjadi cikal-bakal nama kawasan bernama Pondok Gede, punya anak dari empat budak perempuannya.*

Kategori :