RADARMUKOMUKO.COM - Kisah Pabrik Tjipetir adalah salah satu pabrik getah yang dibangun oleh Belanda saat menjajah Indonesia pada tahun 1893-1942.
Pabrik getah ini terletak di Desa Cikidang, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pabrik getah ini merupakan salah satu pabrik getah terbesar dan termodern di Asia pada masanya.
Pabrik getah ini memiliki luas lahan sekitar 1.000 hektar dan mampu memproduksi getah sebanyak 10 ton per hari.
Pabrik Tjipetir memproduksi getah dari pohon percha, yang merupakan jenis pohon yang menghasilkan zat seperti karet yang disebut gutta-percha.
Zat gutta-percha ini dulunya digunakan untuk berbagai keperluan, seperti tambalan gigi, bola golf, kabel bawah laut, hingga peluru senjata api.
BACA JUGA:Perlawanan Suku Melayu di Rempang Dari Dulu dan Kini Kisah Penuh Semangat Melawan Penjajah
BACA JUGA:Usut Dana BOK Rp 16 Miliar, Kejaksaan Kaur Sudah Tetapkan 4 Tersangka, Berikut Fakta Lengkapnya
Pabrik Tjipetir mengolah zat gutta-percha menjadi plat-plat berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 30 x 15 x 2 cm.
Plat-plat ini kemudian ditumpuk dan dikirim ke berbagai negara di Eropa dengan menggunakan kapal-kapal dagang Belanda.
Pabrik Tjipetir tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kolonial dan pemiliknya, tetapi menjadi kisah sedih tempat kerja bagi ribuan pekerja pribumi yang hidup dalam kondisi yang sangat buruk.
Mereka harus bekerja keras tanpa upah yang layak, menghadapi perlakuan diskriminatif dan kejam dari para mandor Belanda, serta menderita penyakit dan kelaparan.
Banyak pekerja yang meninggal karena kelelahan atau disiksa oleh penjajah.
Namun, di tengah kesulitan dan penderitaan itu, semangat nasionalisme dan anti-kolonialisme terus berkobar di hati para pekerja pabrik Tjipetir, mereka mulai menyusun organisasi rahasia dan gerakan bawah tanah untuk melawan penjajah.
Salah satu tokoh yang berperan penting dalam pergerakan ini adalah Haji Hasan Mustapa, seorang ulama dan sastrawan yang juga bekerja sebagai pegawai administrasi di pabrik Tjipetir.